Perpres Bapanas sudah telat diterbitkan dan jangan sampai realisasi pembentukan kelembagaannya lambat agar ada jaminan kepastian hukum.
JAKARTA - Peraturan Presiden (Perpres) terkait Badan Pangan Nasional (Bapanas) sudah terbit pada Juli tahun lalu, tetapi hingga kini, kelembagaannya tak kunjung terbentuk. Padahal, dalam beberapa bulan sejak beleid itu terbit, sejumlah komoditas pangan seperti minyak goreng, telur, cabai dan hingga kedelai, melonjak.
Lonjakan harga komoditas tersebut semestinya tak terjadi dengan adanya Bapanas yang berfungsi menstabilkan harga pangan. Bahkan, sebentar lagi memasuki Ramadan dan Idul Fitri, harga berbagai komoditas pangan diperkirakan naik sehingga dapat memicu inflasi.
Penasihat Senior Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Gunawan, menyayangkan belum terbentuknya kelembagaan Bapanas sampai saat ini. Padahal, Perpres soal Bapanas sudah ada.
"Ini disayangkan. Seharusnya perlu segera ada realisasi pembentukan Bapanas. Perpres Bapanas sudah telat diterbitkan, jangan sampai lambat juga realisasi terbentuknya Bapanas, supaya ada jaminan kepastian hukum kelembagaan pangan," tegas Gunawan, di Jakarta, Selasa (15/2).
Dia menambahkan, dalam beberapa bulan terakhir, harga sejumlah bahan pangan naik. Padahal, apabila sudah ada kelembagaannya itu tidak mungkin terjadi. "Sebab, Bapanas bisa difungsikan sebagai stabalisator pasokan dan harga," ujarnya.
Dia melanjutkan realisasi pembentukan Bapanas perlu diawali dengan perubahan perpres agar tidak merujuk kepada UU Cipta Kerja yang diputus inkonstitusional bersyarat. Selain itu, perubahan perpres itu diharapkan dapat menghilangkan hambatan kewenangan Bapanas.
Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, menyatakan di beleid itu disebutkan bahwa peralihan pegawai, perlengkapan, pendanaan dan dokumen pemantapan diversifikasi dan ketahanan pangan dilakukan selambatnya satu tahun setelah di undangankan.
"Perpres ini diundangkan pada akhir Juli tahun lalu, artinya tinggal lima bulan lagi dari tenggat waktu yang dimandatkan Perpres," tegas Said.
Dia menuturkan hal itu memang harus menjadi perhatian pemerintah sehingga jangan sampai kejadian peraturan soal Bapanas molor terulang di Perpres ini. Dalam UU pangan Nomor 18 Tahun 2012 mandatnya lima tahun setelah diundangkan harus terbentuk Bapanas, namun faktanya sampai lebih dari lim tahun
Pada kasus perancangan peraturan Bapanas, publik bisa melihat lamanya waktu dan banyaknya kepentingan sehingga menjadikan rancang bangun Bapanas lama dilahirkan dalam bentuk Perpres.
Picu Inflasi
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan, meminta pemerintah mewaspadai lonjakan inflasi pangan pada 2022. Menurutnya, gejolak harga pangan 2022 diperkirakan bergerak lebih tinggi dibandingkan 2021. Hal itu disebabkan kenaikan konsumsi masyarakat yang belum diimbangi dengan perbaikan rantai pasok sehingga membuat harga pangan terus bergejolak.
Johan menuturkan perkiraan inflasi pangan dapat melampaui 3,5 persen pada 2022. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibanding pada 2021 di level 3,2 persen.
"Saya minta Menteri Pertanian (Syahrul Yasin Limpo) mewaspadai beberapa komoditas pangan yang sering bergejolak terutama pada momen bulan puasa dan lebaran, pemerintah harus menjamin ketersediaan dan kemananan pasokan melalui produksi dalam negeri, dan negara tidak boleh sepenuhnya bergantung dengan impor karena saat ini harga pangan dunia yang masih tinggi serta biaya logistik yang belum normal akan selalu berpengaruh pada gejolak harga komoditas pangan," jelas politisi Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.