GeNose C19 meski sempat diragukan, nyatanya inovasi anak negeri ini sangat membantu pemerintah dalam menghadapi pandemi korona. Kini, GeNose terus dilakukan perbaikan dan pembaruan yang diharapkan mampu mengantisipasi mutasi korona B.1.1.7 Inggris, B.1351 Afrika Selatan, dan B.1617.2 dari India.

GeNose C19 menjadi salah satu inovasi dalam negeri yang sangat membantu pemerintah dalam upaya mengatasi pandemi Covid-19. Sempat mengundang keraguan di awal peluncuran, kini GeNose justru terus melaju kencang dan terus melakukan perbaikan dan pembaruan di sisi teknologi sekaligus terus meningkatkan kapasitas produksi.

Sampai hari ini, tak ada satu orang pun yang tahu kapan pandemi akan berakhir. Alih-alih, mutasi virus korona justru bikin khawatir di tengah optimisme program vaksinasi yang berusaha terus dipercepat.

Kabar terakhir, Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, dalam rapat dengan dengar pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR, pada Kamis (27/5), mengatakan bahwa hingga kini sudah ada 19 kasus transmisi lokal variant of concern di Indonesia. Variant of concern yang dimaksud yaitu mutasi korona B.1.1.7 Inggris, B.1351 Afrika Selatan, dan B.1617.2 dari India. Itu artinya, sudah ada transmisi varian virus korona baru tersebut tanpa riwayat perjalanan ke luar negeri. Mutasi telah menyebar di antara kita sendiri, di dalam negeri.

Wartawan Koran Jakarta, Eko S, melakukan sejumlah wawancara pekan ini di Yogyakarta dengan inventor utama GeNose, Kuwat Triyana, untuk mengetahui sejauh mana GeNose mampu menghadapi terjangan mutasi virus korona terbaru. Berikut kutipannya.

Kabarnya, GeNose sudah meng-update kecerdasan buatannya sehingga mampu mendeteksi varian terbaru virus korona?

Benar, kami sudah melakukan sejumlah pembaruan artificial intelegence GeNose sehingga bisa mengantisipasi varian-varian terbaru virus SARS-CoV-2.

Bagaimana bisa mendeteksi, padahal mutasi tersebut baru masuk Indonesia?

Varian terbaru apa pun virus penyebab Covid-19 kan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan virus korona yang bisa dideteksi oleh GeNose sebelumnya. Jadi, pasti ya terdeteksi meskipun sampel dan data yang ada terkait varian India, misalnya belum lengkap.

Tapi tim setiap hari, setiap saat selalu mengumpulkan data terbaru dari rumah sakit yang merawat pasien dengan varian terbaru. Bahkan, nanti aka nada varian baru lagi, kita juga akan dengan mudah meng-update kecerdasan buatan kita sehingga akan makin presisi. Makin banyak data maka akan makin presisi.

Golden Standard testing memang PCR, tapi GeNose memiliki kelebihan dalam skala testing dan jauh lebih cepat. Dan dengan kecanggihan kecerdasan buatan dan pasokan data, kita bisa dengan cepat mengantisipasi kemungkinan buruk apa pun.

Jadi, bagaimana teknis peng-update-an data bagi yang sudah memiliki GeNose?

Bisa dilakukan langsung saja secara online. Cukup tersambung dengan internet untuk melakukan pembaruan data.

Pembaruan kecerdasan buatan GeNose C19 akan terus berjalan dinamis. Artinya, perangkat AI akan rutin diperbarui. Nah, hal itu membutuhkan kerja sama berbagai pihak untuk memastikan prosedur pengambilan sampel dilakukan dengan tepat.

Setiap operator perlu secara rutin memeriksa dan memperbarui perangkat lunak alat GeNose C19 hanya melalui fitur di perangkat lunak yang sudah ada dan terhubung dengan internet. Oh ya, versi terbaru dariAI GeNose C19 adalah versi 1.3.2 build 6.

Apalagi yang diperbarui dari GeNose untuk makin memudahkan dalam upaya melawan pandemi?

Selain pembaruan kecerdasan buatan, kami juga melakukan pembaruan dalam standard operational procedure (SOP) operator, buku manual, dan uji validitas eksternal alat skrining Covid-19 tersebut.

Di sisi interface, AI versi 1.3.2 build 6 ini juga diperbarui sehingga lebih ramah bagi operator alat (user friendly), basis data yang lebih besar, dan fitur pembacaan kurva secara manual.

Fitur pembacaan ini bisa berguna bagi dokter atau tenaga kesehatan yang ingin mempelajari bentuk-bentuk kurva hasil pembacaan alat GeNose C19.

SOP, apa yang diperbarui?

Peneliti kami telah menyusun SOP GeNose C19 yang lebih ringkas dan sederhana untuk operator. SOP tersebut terdiri dari dua halaman yang meliputi tahap persiapan alat, pengambilan sampel, hingga pengelolaan limbah GeNose C19. Dengan mekanisme tersebut, operator alat GeNose C19 bisa mempersiapkan kondisi lingkungan sebelum pengambilan sampel napas.

Nanti tim kami akan memberikan pelatihan dan mengirim mesin GeNose C19 versi terbaru ke setiap institusi tersebut.

Lalu, uji validitas ekternal, apa itu?

Jadi, kami, para peneliti GeNose, sudah mengembangkan sistem penjaminan mutu ekternal yang disebut "kalibrasi". Nah, kalibrasi ini berguna untuk menyeragamkan atau membuat sistem konsisten, antara mesin satu dan lainnya.

Evaluasi pengoperasian mesin di lapangan secara internal juga sedang dilakukan secara acak oleh tim peneliti. Hasil dari temuan di lapangan tersebut akan dipakai sebagai umpan balik dalam menyempurnakan GeNose C19.

Tapi, sebagai alat kesehatan, GeNose C19 juga harus melalui tahap uji diagnostik post-marketing, yaitu uji validitas eksternal. Apa tujuannya, yakni mengonfirmasi performance alat itu oleh pihak ekternal, bagaimana apabila GeNose diimplementasikan di kondisi real dengan berbagai macam perilaku operator dan kondisi.

Uji validitas eksternal GeNose C19 akan dilakukan oleh tiga institusi, yakni Universitas Andalas, Universitas Indonesia, dan Universitas Airlangga.

Selanjutnya, tim independen dari berbagai institusi tersebut akan mengevaluasi validasi dan akurasi alat, sehingga nantinya GeNose C19 dapat memberikan jaminan kepastian dalam penggunaan GeNose C19.

Bagaimana produksi GeNose?

Hingga bulan April 2021 ini telah diproduksi sebanyak 3.000 unit GeNose C19. Dari jumlah tersebut sebanyak 2.400 unit telah beredar dan 600 unit tengah menunggu pemasangan terutama di Kemenhub.

Meskipun GeNose sudah digunakan di banyak tempat dan adanya dukungan besar dari jajaran pemerintah, banyak yang masih meragukan GeNose. Bagaimana GeNose bisa begitu cepat keluar untuk digunakan di lapangan?

Keraguan itu muncul karena banyak yang tidak tahu bahwa tim GeNose itu sudah lama melakukan riset mengenai breathalyzer untuk volatile organic compound (VOC) dalam kasus tuberkulosis (TBC). VOC adalah senyawa organik yang mudah menguap dalam napas manusia.

Namun kemudian, dunia, tak terkecuali Indonesia, justru ternyata harus menghadapi pandemi Covid-19. Nah, salah satu cara melawan pandemi kan pengetesan, test, tracing, treatment. Tes dengan PCR kan butuh waktu yang lama.

Maka tim peneliti kemudian menyusun evaluasi gagasan mengenai VOC terkait Covid-19. Kami memetakan dan membandingkan VOC orang sakit Covid-19 dengan VOC orang sehat atau yang sedang mengalami penyakit lain.

Kita tidak sendirian, karena tahapan awal ini sudah langsung divalidasi oleh Komite Etik FK UGM, Clinicaltrials.gov, dan Dirjen Farmalkes Kemenkes.

Bagaimana dari gagasan lalu terwujud menjadi alat?

Nah, setelah validasi gagasan dapat approve kami beranjak ke alat, wujud purwarupa GeNose C19 bagaimana bisa melakukan skrining terhadap VOC orang sehat, pasien sakit non-Covid-19, seperti asma, TBC, penyakit paru obstruktif kronis, juga penderita Covid-19 di RS Bhayangkara dan RS Lapangan khusus Covid-19, Yogyakarta.

Kami mengambil napas semua pasien berulang kali. Di sini kita tahu bahwa skrining oleh GeNose terhadap VOC pasien Covid-19 jauh lebih stabil daripada alat serupa dari negara lain.

Baru setelah ini masuk ke tahap validasi alat dan kecerdasan buatan GeNose C19. Untuk ini harus melewati uji diagnostik oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan Dirjen Farmalkes. Uji diagnostik prapemasaran melibatkan 2.200 sampel. Dan untuk uji pascapemasaran kami mendapat 3000 sampel. Secara keseluruhan kami telah melakukan pengujian terhadap sekitar enam ribu sampel napas untuk melewati uji validasi terakhir ini.

Baru setelah itu melakukan pelatihan ke operator dan tim terus memastikan update data, termasuk yang sekarang ini dikeluarkan yakni update mutakhir data untuk mengantisipasi varian terbaru Covid-19.

Riwayat Hidup*

Nama : Prof. Dr. Eng. Kuwat Triyana, M.Si.

Tempat, tanggal lahir : Semarang, Jawa Tengah, 14 September 1967

Pendidikan:

  • Sarjana Fisika di UGM, Yogyakarta (1991)
  • Magister Fisika di ITB, Bandung (1997)
  • Doktor Fisika di Kyushu University, Jepang (2004)

Karier:

  • Seismologist di PT Dwipantara Perdana (1991-1994)
  • Dosen sejak 1994
  • Ketua Jurusan Fisika MIPA UGM
  • Kepala Bidang Layanan Penelitian dan Pengembangan LPPT UGM
  • Kepala Pusat Penelitian Rasa dan Bau
  • Ketua Tim Pengembangan GeNose Covid-19

Penghargaan:

  • Peneliti berprestasi kategori publikasi dengan sitasi terbaik, UGM (2014)
  • Dosen berpretasi kategori Peneliti Terbaik, UGM (2019)
  • Penghargaan Anugerah UGM 2020 (2020)

*BERBAGAI SUMBER/LITBANG KORAN JAKARTA/AND

Baca Juga: