Pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo terhadap Papua sedang gencar-gencarnya. Tak tanggungtanggung, proyek pembangunan Trans-Papua yang mencapai 4.330 kilometer digenjot pengerjaannya agar konektivitas serta kestabilan ekonomi di Papua berjalan lancar.

Namun, akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan insiden penyerangan terhadap pekerja infrastruktur oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang disinyalir bagian dari Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Hal tersebut menimbulkan spekulasi bahwa pemerintah tidak memperhatikan aspek budaya dan adat selama pembangunan jalan tersebut. Padahal, berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2017, perencanaan pembangunan di Papua ditekankan melalui pendekatan berbasis adat, budaya, dan fokus pada orang asli Papua.

Untuk mengupas hal tersebut lebih lanjut, Koran Jakarta mewawancarai Program Manager Sekretariat Desk Papua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Theresia Ronny Andayani, di Jakarta, akhir pekan ini. Berikut hasil pembahasannya.

Bagaimana perkembangan pembangunan di Papua sejauh ini?

Pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat sejauh ini sudah sangat berhasil. Di Provinsi Papua telah maju pesat jika dilihat dari ukuran proporsi penduduk miskin. Dari provinsi yang memiliki porsi terbanyak pada tahun 1999 dengan 54 persen penduduknya miskin, dan pada saat ini penduduk miskinnya sudah turun setengahnya, yaitu 27 persen.

Pembangunan di Papua sangat gencar di infrastruktur? Bagaimana dengan SDM?

Seperti yang sudah diperintahkan oleh Presiden bahwa di Provinsi Papua dan Papua Barat diperlukan percepatan dalam membangun kesejahteraannya. Dalam konteks kesejahteraan maka kita harus membangun secara utuh. Kita harus menyiapkan suatu tempat yang layak dan nyaman untuk ditinggali oleh penduduk yang sehat dan cerdas dan mempunyai keterampilan dan penghasilan yang cukup yang bersumber dari komoditas unggulan setempat.

Oleh karena itu, membangun kesejahteraan di Papua dan Papua Barat yang direncanakan Bappenas secara ringkas pembangunannya dapat dikelompokkan membangun pelayanan dasar (kesehatan dan pendidikan), membangun fasilitas kebutuhan dasar atau yang kita kenal dengan infrastruktur dasar dan konektivitas, serta teknologi informasi komunikasi, dan membangun serta mengembangkan ekonomi lokal hulu hilir berbasis wilayah adat dan komoditas unggulan, serta membangun tata kelola pemerintahan yang baik.

Lebih penting mana membangun infrastruktur atau SDM di Papua?

Ya, kita tidak bisa hanya membangun salah satu di antara dua tersebut untuk mencapai kondisi sejahtera. Justru dua itu sangat kurang. Untuk menjadi sejahtera tidak cukup hanya membangun infrastruktur dan SDM saja, tetapi juga harus membangun perekonomian setempat dengan meningkatkan produktivitas komoditas unggulan setempat, baik komoditas unggulan sagu, kakao, kopi, buah merah, vanilla, lada, dan lain-lain.

Kemudian, menurut Inpres Nomor 9 Tahun 2017, pembangunan Papua akan lebih ditekankan dengan pendekatan adat?

Kondisi ini harus dipandang dari berbagai perspektif secara holistik, mulai dari perspektif komunikasi, sosiologi, antropologi, budaya, ekonomi, dan politik. Dalam konteks membangun berbasis adat, saya coba berikan contoh praktik yang terjadi di Kabupaten Asmat tentang bagaimana kita membuat saudara kita Suku Korowai yang biasa tinggal di pohon menjadi mau tinggal di tanah (rumah).

Setelah mereka menempati rumah tersebut, lalu mereka ada yang meninggalkan rumah tersebut, lalu apakah pembangunan berbasis adat kita sebut gagal? Tentu tidak. Tidak gagal, justru telah berhasil, karena ukuran keberhasilan adalah adanya perubahan ke arah indikator yang dituju, sekalipun perubahan itu masih kecil ukurannya.

trisno juliantoro/AR-3

Baca Juga: