» Tulang punggung kekuatan ekonomi RI, desa dan UMKM. Kalau desa mati, kota pun mati.

» KPK tidak mampu memberantas korupsi kalau pemerintah pusat, Kejaksaan Agung, tidak membantu memberantas kronisme.

JAKARTA - Otoritas sektor keuangan seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus memastikan sektor jasa keuangan seperti perbankan nasional menjalankan fungsi intermediasi dengan benar. Sebab dalam perekonomian, perbankan merupakan jantung yang memompa likuiditas ke sektor riil atau dunia usaha sehingga mesin-mesin pertumbuhan ekonomi berjalan dengan optimal.

Kesalahan-kesalahan lama di masa lalu yang menganakemaskan perbankan seharusnya oleh BI dan OJK jangan diulang lagi dengan membiarkan para pemilik bank mengarahkan pembiayaan ke sektor yang cenderung spekulatif dan membuat perekonomian bubble (menggelembung), seperti properti termasuk membiayai mal serta kredit konsumtif seperti pembiayaan barang impor.

Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Mercu Buana, Yogyakarta, Awan Santosa, yang diminta pendapatnya dari Jakarta, Selasa (16/5), mengatakan tugas OJK dan BI bukan hanya sekadar mengawasi perbankan, tapi juga harus memastikan setiap kebijakan yang dihasilkan berdampak positif terhadap perekonomian nasional.

"Jangan malah berkoar-koar peduli pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), tetapi kebijakannya malah membahayakan bank di kemudian hari karena mengabaikan UMKM," katanya.

Otoritas seharusnya paham kalau kekuatan ekonomi Indonesia itu ada di perdesaan, khususnya UMKM. Dengan demikian, desain kebijakan terhadap perbankan harus mengarahkan mereka menyalurkan pembiayaan di perdesaan.

Desa yang dimaksud pun bukan hanya yang ada di Pulau Jawa, tetapi dari Sabang sampai Merauke. Kalau bisa dimulai dari daerah terpencil, terus merambat ke kota, bukan hanya di Jakarta dan Surabaya.

Lebih lanjut, dia mengatakan intermediasi perbankan itu seharusnya lebih menyasar para pelaku UMKM di desa terpencil, bukan malah kredit untuk membangun mal dan proyek real estat yang bubble serta untuk membiayai modal kerja impor.

"Pembiayaan itu harus ke perdesaan yang menghasilkan produk dalam negeri seperti pangan dan kebutuhan rakyat lainnya yang dibangun dari desa. Karena desa dengan UMKM-nya itu tulang punggung kekuatan ekonomi RI. Jadi kalau desa dan UMKM mati, kota pun ikut mati," katanya.

Dengan mengetahui arah pembiayaan yang benar maka tinggal eksekusinya yang harus berjalan. Pihak yang bisa melakukan itu hanya pemerintah pusat bersama pemda, BI, dan OJK, dengan melibatkan DPRD karena selama ini DPR sepertinya tidak peduli. Hal-hal seperti itulah yang sebenarnya jadi sumpah jabatan para pejabat BI dan OJK yang mereka tidak dijalankan, karena kerap dikelabui pengusaha.

Pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Ahmad Maruf, mengatakan tidak ada industri di Tanah Air yang lebih menguntungkan dari industri perbankan. Jika dilihat dari komposisi kepemilikan saham perbankan swasta nasional, bank di Tanah Air sesungguhnya hanya menjadi sapi perahan konglomerasi.

Setiap tahun dividen dibagikan besar-besaran, padahal di saat yang sama ada banyak sektor ekonomi fundamental di Tanah Air yang masih jauh dari dukungan perbankan.

BI dan OJK, kata Maruf, seharusnya membuat ketentuan yang membatasi pembagian dividen maksimal 10 persen dari laba mereka. Selebihnya, laba ditahan untuk membiayai UMKM di daerah. Sebab itu, DPRD harus mendorong pemerintah pusat dan daerah membuat aturan yang mengikat mereka untuk membangun ekonomi pedesaan.

Dengan demikian, pemerintah pusat tidak bisa lepas tangan kepada pemda karena anggaran pemda untuk belanja rutin seperti bayar gaji PNS saja sudah habis. Mereka tidak punya modal kerja kalau tidak dibantu pemerintah pusat dan intermediasi bank dengan kredit murah.

"Bagaimana desa bisa dibangun kalau tidak punya keahlian dan teknologi dan keahlian yang hanya da di kota besar. Semua lulusan sarjana dari perguruan tinggi terkenal di kota semua, tidak ada yang bangun desa terpencil. Berapa sarjana lulusan UI, ITB, dan UGM yang bekerja di desa? Semua pada mau jadi elite, mau jadi penguasa, mau jadi politikus tanpa mau membangun desa, tapi duduk di legislatif mengatasnamakan rakyat di perdesaan, tidak pernah memikirkan daerah yang diwakilinya. Hanya kampanye bagi-bagi sembako. Setelah jadi anggota dewan, tidak ada yang memikirkan desa. Kalau ini tidak segera dibenahi, Indonesia akan menjadi negara miskin dan terbelakang," katanya.

Kalau pemda, OJK, BI, DPRD, dan DPR tidak menyadari hal ini, tinggal pilih saja, masuk jurang atau jalan menuju kebangkitan. Bonus demografi Indonesia tinggal 12 tahun. Kalau tidak dimanfaatkan dengan baik maka bukan jadi bonus, tetapi jadi beban.

"Itu sangat menentukan kita naik ke atas atau merosot. Sekarang ini semua indikator baik yang kita miliki semuanya semu, menipu diri sendiri. Inflasi semu, pertumbuhan ekonomi semu," katanya.

Dua Tahun Lagi

Masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tersisa dua tahun lagi seharusnya dimanfaatkan untuk membangun perdesaan. Sebab faktanya saat ini, kota yang jauh lebih maju, tetapi desa tertinggal karena pembangunan selalu dimulai dari kota. Pada akhirnya, kalau tidak diubah, kota juga terancam mati kalau desa mati.

"Pemimpin bangsa harus menyadari ini," kata Maruf.

Selain itu, sistem yang korup dan kronisme pada akhirnya memaksa orang menyuap. Kalau tidak membayar, hidupnya bakal dibuat susah, dan hal itu bukan rahasia umum lagi.

"Indonesia seharusnya bisa melakukan langkah yang ditempuh Presiden Tiongkok, Xi Jinping. Dia sadar betul bahwa yang membuat Tiongkok sempat jatuh adalah karena praktik kronisme. Makanya selama belasan tahun, Xi membasmi dengan memasukkan ribuan orang ke penjara dan merampas harta pejabat-pejabat yang terbukti korupsi dan nepotisme," katanya.

Kalau hukum bisa dibeli oleh oligarki dan membuat UU yang merugikan suatu bangsa maka sama saja dengan memelihara penyakit kanker yang paling parah.

"KPK tidak akan mampu memberantas korupsi kalau pemerintah pusat, Kejaksaan Agung, tidak membantu memberantas kronisme. Bagaimana memberantas kalau itu temannya?" tutup Maruf.

Baca Juga: