JAKARTA-PT.Pertamina (Persero) terus menuntaskan proyek strategis nasional, salah satunya Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan yang saat ini progressnya telah mencapai 16,32 persen. Progress itu naik dari capaian triwulan 1-2020 yang tercatat 15,02 persen.

Vice President Corporate Communicaton Pertamina, Fajriyah Usman menyatakan, progress RDMP Balikpapan saat ini masih on the track, meskipun dalam pelaksanaan pengerjannya harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Megaproyek RDMP dan GRR (grass root refinery) merupakan proyek strategis nasional yang telah ditetapkan untuk terus dijalankan di tengah pandemi covid-19 serta fluktuasi harga minyak mentah dan kurs rupiah terhadap dollar. "Proyek ini penting untuk memastikan ketahanan dan kemandirian energi nasional dapat segera terwujud," ujar Fajriyah di Jakarta Selasa (14/7).

Fajriyah menambahkan, progress RDMP Balikpapan per 17 Mei 2020 meliputi empat pekerjaan yakni engineering (6,05 persen), Procurement (5,85 persen), Construction (4,38 persen) dan Commisioning (0,03 persen) sehingga secara keseluruhan mencapai 16,32 persen.

Proyek RDMP dan GRR secara keseluruhan, tambah Fajriyah, saat ini memperkerjakan sekitar 5.000 tenaga kerja dimana mayoritas di RDMP Balikpapan. Pada umumnya pekerja di RDMP Balikpapan berasal dari pekerja lokal, sehingga Pertamina harus terus menjaga keberlangsungan proyek ini agar ekonomi masyarakat di wilayah operasi bisa terus tumbuh dan bergerak maju.

RDMP Balikpapan akan meningkatkan kapasitas pengolahan kilang dari 260 ribu barel per hari menjadi 360 ribu barel per hari serta meningkatkan kualitas produk BBM dari setara Euro II menjadi setara Euro V. Proyek ini juga disinergikan dengan pembangunan New Crude Lawe-Lawe Tankage Facility dengan kapasitas penyimpanan sebesar 2 juta barel.

"Dengan dukungan seluruh stakeholder, Pertamina akan terus menuntaskan megaproyek RDMP dan GRR sesuai target. Harapannya, pada tahun 2026, kita sudah mandiri dengan tidak lagi mengimpor BBM,"terang Fajriyah.

Kurangi Impor

Direktur Megaproyek Pengolahan & Petrokimia, Pertamina, Ignatius Tallulembang menjelaskan, membangun kilang merupakan keharusan dan keniscayaan bagi suatu negara. Pasalnya, Singapura dengan penduduk sebanyak 5 juta orang, memiliki kapasitas produksi kilang mencapai 1,5 juta barel per hari, lebih besar dari kapasitas produksi kilang Indonesia saat ini yakni sekitar 1 juta barel per hari.

Mengenai arti strategis upgrading kilang eksisting atau RDMP dan pembangunan kilang baru atau dan GRR Pertamina, Ignatius memaparkan, proyek yang digagas sejak sekitar tahun 2014 dilatarbelakangi sejumlah persoalan energi yang dihadapi Indonesia.

Untuk memenuhi optimum capacity kilang, crude yang diperlukan tidak cukup dari dalam negeri, tapi juga dari luar negeri. Sebagian besar crude impor merupakan sour crude dengan kandungan sulfur yang tinggi. Sementara kilang Pertamina dirancang untuk mengolah sweet crude, yaitu crude yang memiliki kandungan sulfur lebih rendah. "Karenanya, kilang kita perlu penyesuaian agar lebih mudah dan efisien dalam mengolah crude dalam maupun luar negeri" tegas Ignatius.

Hal itu juga berhubungan dengan kondisi kilang Indonesia yang sebagian besar sudah tua dengan teknologi lama dan kompleksitas lebih rendah sehingga perlu segera dilakukan modifikasi untuk meningkatkan daya saingnya.

Tantangan lainnya, menyangkut supply and demand. Saat ini Pertamina memiliki lima kilang yakni Balikpapan, Cilacap, Balongan, Dumai, Plaju dan satu kilang kecil di Sorong, dengan total produksi BBM sekitar 680 ribu barel per hari. Sementara konsumsi BBM nasional sejak tahun 2017 telah mencapai 1,4 juta barel per hari.

"Artinya ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM masih tinggi. Meski sejak kuartal pertama tahun 2019 Pertamina sudah berhasil untuk tidak mengimpor Solar dan Avtur, namun impor utk produk lain masih diperlukan" jelasnya.

Terakhir, perlunya segera Indonesia memaksimalkan jumlah produksi BBM dengan spesifikasi lebih tinggi dan lebih ramah lingkungan. "Kita harus genjot produksi BBM dengan standar yang lebih tinggi yakni Euro 4 dan 5, pararel dengan upaya Pertamina untuk terus mendorong masyarakat menggunakan BBM yang lebih berkualitas dan lebih ramah lingkungan seperti Pertamax dan Pertamax Turbo," pungkasnya.ers/E-9

Baca Juga: