Sejumlah permasalahan yang masih menjadi pekerjaan rumah di Jakarta, antara lain lingkungan hidup, kebutuhan air bersih, pengelolaan udara, pengolahan limbah, dan transportasi.
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengatakan rencana pemerintah pusat memindahkan ibu kota ke wilayah lain tak mengganggu pembangunan di Jakarta. Anies menyebut ibu kota akan pindah atau tidak, masalah di Jakarta harus tetap diselesaikan.
"Tadi saya sampaikan juga dalam rapat, bahwa pemerintahan berada di Jakarta atau luar Jakarta, masalah-masalah yang ada di Jakarta harus tetap diselesaikan," kata Anies usai rapat terbatas (ratas) tentang Tindak Lanjut Rencana Pemindahan Ibu Kota, di Kantor Presiden, di Jakarta Pusat, Senin (29/4).
Anies mengakui sejumlah permasalahan yang masih menjadi pekerjaan rumah di Jakarta, antara lain lingkungan hidup, kebutuhan air bersih, pengelolaan udara, pengolahan limbah, dan transportasi.
Menurut Anies, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pembahasan mengenai pemindahan ibu kota tak ada hubungannya dengan rencana pembangunan besar-besaran di Jakarta.
Senada dengan Anies, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengatakan ibu kota baru dipindahkan dari DKI Jakarta ke wilayah lain hanya untuk fungsi pemerintahan saja.
Bambang mengatakan untuk masalah jasa keuangan, perdagangan, dan industri akan tetap berada di Jakarta. Menurut dia, Jakarta akan tetap menjadi pusat bisnis hingga tingkat regional di Asia Tenggara.
Kemacetan dan Banjir
Anies menekankan perpindahan ibu kota tidak akan langsung mengurangi kemacetan. Dia menjelaskan pemindahan ibu kota tidak terlalu berakibat signifikan.
"Jadi kalau di catatan kita jumlah kendaraan pribadi di Jakarta sekitar 17 juta, kendaraan kedinasan 141 ribu. Jumlahnya kecil sekali. Kalaupun pemerintah pindah tidak kemudian mengurai masalah kemacetan," tegas Anies.
Sebelumnya, Bambang menyatakan, selain banjir, kemacetan juga menjadi faktor ibukota dipindahkan. Rugi akibat kemacetan yang terjadi di Indonesia sudah hampir mencapai angka ratusan triliun rupiah.
"Kerugian perekonomian dari kemacetan ini data tahun 2013 Rp 65 triliun per tahun dan sekarang angkanya mendekati 100 triliun rupiah dengan semakin beratnya kemacetan di wilayah DKI Jakarta," kata Bambang.
Mengenai masalah banjir, Bambang menyebutkan DKI Jakarta harus bisa menyelesaikan masalah banjir, tidak hanya banjir yang berasal dari hulu, tapi juga akibat penurunan permukaan tanah akibat penggunaan air tanah.
"50 persen wilayah Jakarta itu kategorinya rawan banjir atau memiliki tingkat di bawah 10 tahunan, idealnya kota besar keamanan banjirnya minimum 50 tahunan," jelas Bambang.
Adapun, kata Bambang, penurunan permukaan air tanah di Utara Jakarta rata-ratanya 7,5 cm per tahun dan pada rentang 1987-2007 sudah mencapai 60 cm dan angka ini akan terus meningkat mencapai 120 cm selama penggunaan air tanah masih banyak dilakukan.
"Sedangkan air laut, kata Bambang, kenaikannya rata-rata 4-6 cm per tahun karena perubahan iklim. "Ditambah lagi kualitas air di jakarta 96 persen sungai tercemar berat, sehingga memiliki bahaya signifikan akibat sanitasi yang buruk," kata Bambang. fdl/P-6