Jumlah pembangkit listrik batu bara baru pada tahap konstruksi di dunia turun hingga 73 persen dari 2015 sampai 2017.

Jakarta - Pembangunan pembangkit listrik yang menggunakan sumber energi dari batu bara dilaporkan mengalami kecenderungan penurunan bahkan anjlok selama beberapa tahun terakhir. Meski demikian, kapasitas berlebih masih terjadi di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

"Penurunan konstruksi sejumlah pembangkit listrik tenaga batu bara dan percepatan pensiun sejumlah proyek lama adalah berita baik untuk kesehatan masyarakat," kata Juru Kampanye Senior Greenpeace, Lauri Mylllyvirta, dalam rilis, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Berdasarkan laporan Greenpeace bersama The Sierra Club dan Coalswarm, jumlah pembangkit listrik batu bara baru pada tahap konstruksi di dunia turun hingga 73 persen dari 2015 sampai 2017.

Secara global, kampanye penghapusan pengunaan batu bara mulai meraih momentum, dengan dukungan komitmen dari 34 negara dan entitas subnasional. Pada 2017, hanya tujuh negara yang memprakarsai konstruksi pembangunan pembangkit batu bara baru pada lebih dari satu lokasi.

"Meskipun tingkat konstruksi pembangkit baru sudah melambat, keadaan kapasitas berlebih tetap melanda Tiongkok, India, dan Indonesia, dan bahkan memburuk, akibat rencana pembangunan pembangkit tenaga batu bara terus dilanjutkan di negara-negara tersebut," ujarnya.

Asosiasi Perusahaan Batu Bara Indonesia (APBI) memperkirakan puluhan perusahaan batu bara skala kecil terancam gulung tikar, menyusul ketentuan harga jual batu bara untuk pembangkit listrik yang berada di bawah biaya produksi.

"Pada prinsipnya, APBI mematuhi keputusan pemerintah dan menjalankan amanat Kepmen ESDM. Beberapa keluhan dari pengusaha juga sudah diakomodasi dengan baik oleh pemerintah, misalnya soal berlaku surut Januari 2018 yang akhirnya direvisi. Namun, dalam perjalanannya, ada imbas lain dari keberadaan kepmen ini yang perlu dicermati, dalam hal ini adalah kelanjutan nasib penambang-penambang kecil," kata Ketua Umum APBI Hendra Sinadia dalam rilis di Jakarta, Jumat pekan lalu.

Mengacu pada Keputusan Menteri ESDM Nomor 1395K/30/MEM/2018 tentang Harga Batu Bara untuk Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum disebutkan bahwa harga jual batu bara untuk penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum ditetapkan 70 dollar AS per metrik ton.

Sebelumnya, pemerintah dan kalangan pengusaha dinilai perlu mencari solusi bersama dalam mengatasi ketentuan harga batu bara karena komoditas tersebut dinilai masih sangat dibutuhkan dalam sektor kelistrikan nasional.

Cari Solusi

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha, di Jakarta, beberapa waktu lalu, meminta pemerintah dan pengusaha bisa duduk bersama kembali mencari solusi terbaik untuk kedua belah pihak.

"Tantangannya saat ini adalah nilai atau harga ekspornya tinggi sekali, sedangkan harga domestik ditekan murah agar tidak menjadi faktor yang menambahkan tarif bagi PLN," katanya.

Karena itu, ujar dia, pemerintah juga diharapkan bisa menetapkan harga acuan batu bara yang bisa menjadi referensi agar tidak terjadi kebingungan khususnya bagi kalangan pengusaha. Politisi Partai Golkar itu mengutarakan harapannya agar para pemilik perusahaan batu bara dapat menjual komoditas tersebut kepada pasar domestik terlebih dahulu sebelum diekspor.

Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga akhir 2017, porsi batu bara dalam bauran energi pembangkit listrik tercatat 57,22 persen.

Ant/E-10

Baca Juga: