Indonesia diproyeksikan mengimpor hingga 35,6 juta kiloliter pada 2040 atau hampir dua kali lipat dari jumlah impor BBM pada 2021.

JAKARTA - Pemanfaatan sumber daya bioenergi masih sangat minim. Padahal, optimalisasi penggunaan bioenergi dapat ensubstitusi impor energi fosil.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut Indonesia memiliki potensi sumber daya bioenergi sebesar 57 gigawatt (GW). Namun, hingga kini pemanfaatannya baru 3.073 megawatt (MW).

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan pengembangan bioenergi dapat mensubstitusi energi fosil di hampir semua sektor kehidupan masyarakat baik di sektor kelistrikan, transportasi, industri, dan rumah tangga.

"Indonesia kaya potensi bioenergi dari sumber biomassa yang diperoleh dari limbah eksisting di kebun, hutan, sawah, dan pabrik pengolahan komoditi kelapa sawit, tebu, kelapa, karet, padi, jagung, kayu, singkong, kotoran hewan, serta sampah kota yang apabila dikonversi menjadi listrik setara 56,97 GW," ungkap pada Dadan acara Refinery and Petrochemical Business Forum 2022, Selasa, (6/12).

Dia menjelaskan program pengembangan bioenergi yang dilaksanakan pemerintah secara nasional, meliputi pengembangan listrik bioenergi sebagai base load, meningkatkan pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) sebagai substitusi BBM di semua sektor, memanfaatkan sampah organik dan sampah kota sebagai sumber energi dan mengembangkan pemanfaatan biogas yang berkelanjutan di sektor rumah tangga, industri, dan transportasi.

Meski demikian, pemerintah mengakui adanya tantangan dalam pengembangan bioenergi seperti permasalahan legalitas lahan petani sawit rakyat, letak lahan yang tersebar dan produktivitas yang rendah, perlunya peningkatan kapasitas dan pendampingan karena manajemen pengelolaan belum profesional, fasilitas pendanaan dengan bunga ringan dan jangka waktu yang panjang, serta keberlanjutan pasokan dan kestabilan waktu.

Adapun Kementerian ESDM, bersama tim riset Institut Teknologi Bandung (ITB), dengan didukung oleh US Grains Council (USGC) telah berhasil menyusun Peta Jalan Strategis untuk Percepatan Implementasi Bioetanol di Indonesia. Kajian peta jalan yang mulai disusun sejak 2021, guna mendukung program implementasi penggunaan bioetanol pada bahan bakar untuk kendaraan bermotor dan mempersiapkan industri bioetanol di Indonesia.

Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Edi Wibowo, mengungkapkan, saat ini total produksi bioetanol fuel grade baru mencapai 40 ribu kiloliter KL per tahun, atau jauh di bawah kebutuhan 696 ribu KL per tahun untuk pengimplementasian tahap awal di daerah Jawa Timur dan Jakarta.

"Pasokan yang tersedia dari PT Enero dan PT Molindo sebagai produsen bioetanol fuel grade baru dapat memasok sekitar 5.7 persen saja kebutuhan Jawa Timur dan Jakarta. Artinya dari sisi supply harus ditingkatkan," jelas Edi.

Kurangi Impor

Pakar bioenergi ITB, Tatang Hernas Soerawidjaja, mencontohkan kesuksesan penggunaan substitusi impor diesel dengan program Biodiesel. Karenanya, Indonesia juga dapat mengurangi tekanan impor bensin yang jauh lebih besar porsinya dibandingkan bahan bakar jenis diesel

Hasil riset ITB menunjukkan Indonesia telah menghemat devisa sebesar 2,6 miliar dollar AS dari substitusi impor diesel melalui program Biodiesel kelapa sawit.

Di sisi lain, laporan ITB memproyeksikan Indonesia akan mengimpor hingga 35,6 juta kiloliter pada 2040 atau hampir dua kali lipat dari jumlah impor BBM pada 2021.

Penggunaan bioetanol sebagai bahan campuran BBM dapat menurunkan impor BBM jenis bensin, menurunkan polutan emisi kendaraan, dan menciptakan potensi lapangan kerja di sektor pertanian dan produksi bioetanol.

Baca Juga: