ROMA - Laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB atau United Nations Food and Agriculture Organisation (FAO) yang dirilis pada Selasa (5/3), menyebutkan, panas ekstrem membuat sebagian perempuan termiskin di dunia menjadi semakin miskin. Kesimpulan itu mengacu pada data cuaca dan pendapatan di 24 negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Seperti dikutip dari The Straits Times, laporan tersebut melengkapi penelitian yang menunjukkan bagaimana pemanasan global, yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memperbesar dan memperburuk kesenjangan sosial yang ada.

Laporan juga menyimpulkan bahwa meskipun tekanan panas menimbulkan kerugian bagi semua rumah tangga di perdesaan, namun dampaknya jauh lebih besar bagi rumah tangga yang dikepalai oleh seorang perempuan. Rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan kehilangan 8 persen lebih banyak pendapatan tahunan mereka dibandingkan dengan rumah tangga lainnya.

Artinya, cuaca panas yang ekstrem memperlebar kesenjangan antara rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan dan rumah tangga lainnya. Hal itu karena adanya kesenjangan yang mendasarinya.

Meskipun perempuan bergantung pada pendapatan dari sektor pertanian, mereka hanya mewakili 12,6 persen pemilik tanah secara global. Hal itu berarti rumah tangga yang dikepalai perempuan kemungkinan besar tidak memiliki akses terhadap layanan-layanan penting, seperti pinjaman, asuransi tanaman, dan layanan penyuluhan pertanian untuk membantu mereka beradaptasi terhadap perubahan iklim.

Laporan juga didasarkan pada data survei rumah tangga antara tahun 2010 dan 2020, yang digabungkan dengan data suhu dan curah hujan selama 70 tahun. Dampak jangka panjang dari pemanasan global juga sangat terasa.

Rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan kehilangan pendapatan 34 persen lebih banyak, dibandingkan dengan rumah tangga lain, ketika suhu rata-rata jangka panjang meningkat sebesar 1 derajat Celsius.

Cuaca Ekstrem

Suhu rata-rata global dilaporkan telah meningkat sekitar 1,2 derajat Celsius sejak dimulainya era industri. Banjir pun memberikan tekanan yang lebih besar terhadap pendapatan rumah tangga yang dikepalai perempuan dibandingkan dengan jenis rumah tangga lainnya, meskipun intensitasnya lebih rendah dibandingkan dengan panas.

"Seiring dengan semakin seringnya peristiwa ini terjadi, dampaknya terhadap kehidupan masyarakat juga akan semakin besar," kata Nicholas Sitko, ekonom FAO dan penulis utama laporan tersebut.

Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat peningkatan perhatian terhadap dampak buruk cuaca ekstrem yang tidak proporsional, terkadang diperburuk oleh perubahan iklim, terhadap negara-negara berpendapatan rendah yang menghasilkan emisi gas rumah kaca per orang yang jauh lebih sedikit dibandingkan negara-negara maju dan kaya.

Hal yang jarang dibahas adalah kesenjangan dalam suatu negara. Kesenjangan gender sering kali merupakan hal yang paling sulit diukur.

"Perempuan dan anak perempuan terkena dampak bencana iklim secara tidak proporsional, bukan hanya karena kesenjangan sosio-ekonomi, namun juga karena norma-norma budaya yang mengakar dan kurangnya akses terhadap sumber daya dan proses pengambilan keputusan," kata Ritu Bharadwaj, peneliti dampak gender dan iklim di Institut Internasional untuk Lingkungan dan Pembangunan, yang tidak terlibat dalam laporan FAO.

Baca Juga: