JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berpotensi melemah awal pekan ini. Fokus investor bakal kembali tertuju pada data ekonomi Amerika Serikat (AS).

Pengamat Mata Uang Lukman Leong menyatakan pemerintah AS akan merilis data ketenagakerjaan yakni Non Farm Payroll (NFP) yang diproyeksi lebih kuat, sehingga ini akan memicu dollar melanjutkan penguatan. Karenanya, dia melihat rupiah berpotensi kembali tertekan.

Lukman memproyeksi kurs rupiah terhadap dollar AS dalam perdagangan di pasar uang antarbank, Senin (4/3), bergerak di kisaran 15.600-15.800 rupiah per dollar AS dengan kecenderungan melemah.

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, Jumat (1/3), ditutup menguat 15 poin atau 0,10 persen dari sehari sebelumnya menjadi 15.704 rupiah per dollar AS. Penguatan dipengaruhi data inflasi Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) AS yang menurun.

"Inflasi AS yang menurun, mengonfirmasi peluang pemangkasan suku bunga The Fed di semester kedua tahun ini. Jadi mungkin ekspektasi pasar ini bisa menahan penguatan dollar AS," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra di Jakarta.

Ariston mengatakan Indeks Harga PCE inti AS Januari 2024 dirilis sebesar 2,8 persen secara year on year (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 2,9 persen.

Selain itu, data PMI manufaktur Tiongkok yang dirilis hari ini masih menunjukkan level kontraksi di 49,1. Itu menunjukkan belum ada pemulihan berarti pada sektor manufaktur Tiongkok yang menjadi penggerak perekonomian negara-negara mitra dagang Tiongkok seperti Indonesia dan bisa memberikan sentimen negatif ke rupiah.

Baca Juga: