JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berpotensi berbalik melemah tengah pekan ini. Pelemahan rupiah dipengaruhi sejumlah faktor meliputi peningkatan tensi geopolitik, inflasi tinggi di Amerika Serikat (AS), dan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memproyeksikan kurs rupiah terhadap dollar AS dalam perdagangan di pasar uang antarbank, Rabu (1/11), bergerak fluktuatif namun ditutup melemah di kisaran 15.870-15.950 rupiah per dollar AS.
Sebelumnya, nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank pada penutupan perdagangan, Senin (31/10), menguat sebesar 5 poin atau 0,03 persen dari sehari sebelumnya menjadi 15.885 rupiah per dollar AS.
Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong mengatakan rupiah menguat terhadap dollar AS pasca data manufaktur Federal Reserve (Fed) Dallas melemah.
"Dallas Fed Manufacturing Index sebesar -19,6 dengan ekspektasi -15," ujar dia ketika dihubungi di Jakarta, kemarin.
Di samping itu, penguatan rupiah terbatas setelah data Tiongkok yang baru dirilis menunjukkan aktivitas manufaktur lebih lemah dari harapan, yakni 49,2 dengan ekspektasi 50,2.
Berdasarkan kalender ekonomi, tidak ada tidak ada data krusial yang dirilis pada awal pekan. Fokus investor beralih ke hal-hal penting selama sisa minggu ini, termasuk keputusan suku bunga Bank of England dan Federal Reserve, yang diperkirakan tidak akan dinaikkan oleh bank sentral masing-masing.