JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, hari ini (15/3), berpotensi terdepresiasi setelah menguat pada penutupan akhir pekan lalu. Sentimen penguatan dollar AS pada akhir pekan lalu diperkirakan masih terasa pada awal pekan ini.

Dollar AS menguat pada akhir perdagangan Jumat (12/3) waktu New York, Amerika Serikat (AS) atau Sabtu (13/3) pagi WIB, menyusul lonjakan baru dalam imbal hasil obligasi pemerintah AS saat prospek kebangkitan ekonomi dari penguncian virus korona selama setahun menghidupkan kembali kekhawatiran inflasi.

Pelaku pasar semakin waspada dalam beberapa pekan terakhir bahwa stimulus fiskal besar-besaran dan permintaan konsumen yang terpendam dapat menyebabkan lonjakan inflasi, saat perluasan kampanye vaksinasi mengakhiri penguncian.

Dollar menguat 0,25 persen pada 91,668 terhadap sekeranjang enam mata uang utama saingannya, meninggalkannya di jalur untuk mengakhiri minggu dengan sedikit lebih rendah.

"Imbal hasil obligasi berada dalam tren naik yang sangat kuat dan dengan angka indeks harga produsen yang lebih tinggi dari konsensus, itu berkontribusi pada kenaikan," kata Direktur Pelaksana di BK Asset Management, Kathy Lien.

Menurutnya, hal itu sangat positif untuk dollar AS. Lonjakan tersebut benar-benar mendorong lebih banyak permintaan untuk greenback.

Sebelumnya, kurs rupiah terhadap dollar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada akhir pekan, ditutup menguat 20 poin dari sehari sebelumnya menjadi 14.385 rupiah per dollar AS.

Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Rully Nova di Jakarta, Jumat, mengatakan dalam sepekan ini fokus pelaku pasar lebih pada faktor eksternal di Amerika Serikat. "Pasar fokus pada pergerakan imbal hasil obligasi pemerintah AS 10 tahun dan stimulus fiskal 1,9 triliun dollar AS, " ujar Rully.

Baca Juga: