JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) diperkirakan masih tertekan seiring kuatnya faktor eksternal dan sentimen negatif dari dalam negeri. IHSG masih dibayangi kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) dan ditemukannya dua kasus pasien terpapar Covid-19 tipe baru B117.

IHSG BEI, Kamis (4/3) sore, ditutup melemah, tertekan kembali naiknya imbal hasil (yield) obligasi Amerika Serikat (AS). IHSG ditutup melemah 85,96 poin atau 1,35 persen ke posisi 6.290,8. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 19,75 poin atau 2,04 persen ke posisi 948,47.

"Pelemahan IHSG dipicu naiknya US Treasury yield. Selain itu market masih menanti penetapan Senat AS dalam mensahkan program stimulus Biden senilai 1,9 triliun dolar AS," kata Analis Bina Artha Sekuritas Nafan Aji di Jakarta, kemarin.

Imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun kembali naik ke level 1,47 persen setelah sempat turun ke level 1,41 persen. Pada pekan lalu imbal hasil obligasi AS sempat meningkat hingga ke level 1,6 persen.

"Dari domestik, sentimennya yaitu adanya kasus B117 yang mulai terjadi di Indonesia, melambatnya ekspansi manufacturing di Indonesia, tren kenaikan kasus COVID-19, hingga penerapan kebijakan PPKM mikro yang juga merupakan sentimen negatif bagi pasar," ujar Nafan.

Dibuka melemah, IHSG tak mampu beranjak dari zona merah hingga penutupan bursa saham.

Berdasarkan Indeks Sektoral IDX-IC, sepuluh sektor terkoreksi dengan sektor barang baku turun paling dalam yaitu minus 2,66 persen, diikuti sektor keuangan dan sektor kesehatan masing-masing minus 1,75 persen dan minus 1,44 persen.

Baca Juga: