PEKANBARU - Universitas Riau (Unri) belum menonaktifkan dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, SH, meski yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan pelecehan terhadap mahasiswinya. Juru Bicara Tim Pencari Fakta (TPF), Sujianto, di Pekanbaru, Rabu (24/11) mengatakan kondisi itu karena mengikuti aturan.

Sujianto menjelaskan, itu ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, PP nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS, dan Permenrisekdikti Nomor 81 tahun 2017 tentang Statuta Unri.

Terkait PP Nomor 94 pasal 31 tahun 2021, Sujianto menyebutkan di dalam peraturan tersebut hukumannya: ringan, sedang dan berat. Sanksi ringan berupa teguran lisan maupun tulisan. Sanksi ringan apabila mengganggu sistem administrasinya. Sanksi berat apabila pelanggaran mengganggu secara keseluruhan dan krusial.

"Untuk menentukan sanksinya diperlukan kajian. Kita tidak bisa serta-merta memutuskan. Untuk itu, perlu melakukan investigasi," tanda Sujianto yang juga Wakil Rektor Bagian Umum dan Keuangan Unri. Sujianto juga menjelaskan berdasarkan Pasal 81 PP tahun 2017, pegawai negeri sipil bisa dihentikan sementara apabila ditahan, sehingga Rektor bisa mengambil keputusan terkait status SH.

"Jadi kita sangat hati-hati karena peraturan ini sudah menyingkap sedemikian rupa. Kami tidak bisa memberhentikan atau memutasi semena-mena. Harus sesuai dengan peraturan. Kalau belum ditahan, tidak bisa. Maka kami mengikuti peraturan itu," jelas Sujianto.

Penyidik Polda Riau telah menetapkan SH sebagai tersangka. Dia diduga melecehkan mahasiswi yang dibimbingnya pada Oktober 2021 di ruang Dekan FISIP Unri.

Baca Juga: