Mokhammad Najih menyebut kunci kesejahteraan masyarakat adalah pelayanan publik yang baik dengan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik.
Presiden Jokowi resmi melantik Mokhammad Najih sebagai Ketua Ombudsman RI pada 22 Februari 2021 lalu. Najih dilantik bersama delapan rekan lainnya sebagai pimpinan lembaga tersebut. Mereka akan mengemban tugas untuk periode 2021 hingga 2026. Seusai pelantikan, Najih mengatakan bahwa tantangan ke depan tak akan mudah karena itu butuh kerja sama lintas sektor.
Adapun Ombudsman merupakan lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yg diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) serta badan swasta/perorangan yang diberi tugas untuk menyelenggarakan pelayanan publik.
Untuk mengetahui lebih dalam rencana dan kinerja Ombudsman berikut wawancana wartawan Koran Jakarta, Fredrikus W Sabini, kepada pria kelahiran Lamongan Jawa Timur itu dalam sejumlah kesempatan. Berikut petikan wawancaranya.
Apa harapan Anda setelah dilantik Presiden?
Saya mengharapkan adanya kerja sama yang baik kepada semua insan Ombudsman karena tantangan ke depan tidaklah ringan. Kami memohon dukungan dari insan Ombudsman RI dalam melaksanakan tugas-tugas Ombudsman serta melaksanakan legacy yang ditinggalkan oleh Pimpinan sebelumnya
Kapan lembaga ini dibentuk?
Ombudsman RI berdiri sejak tahun 2000 atas inisiasi dari Presiden RI keempat, Almarhum Abdurrahman Wahid, melalui Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000. Sehingga terbentuklah Komisi Ombudsman Nasional (KON) yang diketuai oleh Antonius Sujata.
Sebagai insan Ombudsman RI, kami meneguhkan bahwa Presiden keempat, Almarhum Abdurrahman Wahid, sebagai Bapak Ombudsman atas peran pentingnya dalam pembentukan Ombudsman RI.
Harapan kami untuk dapat mensinergikan seluruh komponen masyarakat untuk mendukung peran fungsi pengawasan dan pencegahan maladministrasi yang menjadi tugas dan kewenangan Ombudsman RI.
Menurut Ombudsman sendiri, apa kunci kesejahteraan masyarakat?
Kunci kesejahteraan masyarakat adalah pelayanan publik yang baik dengan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik. Keluhan masyarakat agar cepat direspons. Jangan dianggap sebagai hambatan, tapi dijadikan upaya untuk meningkatkan pelayanan publik.
Bagaimana dengan sikap Ombudsman terkait kenaikan harga BBM? Apa sarannya?
Ombudsman RI mendukung pemerintah untuk melakukan pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite. Hal yang disarankan adalah pembelian pertalite hanya untuk sepeda motor dan angkutan umum. Adapun saat ini, pemerintah sedang merevisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, yang nantinya akan mengatur ketentuan pembelian BBM bersubsidi.
Sedangkan terkait bantuan sosial untuk penyesuaian harga BBM ini, apa tanggapan Anda?
Terkait berbagai program bantuan sosial tersebut, Ombudsman RI menyampaikan masukan perbaikan. Untuk BLT, agar data penerima dilakukan verifikasi dan validasi menyeluruh guna menghindari atau meminimalisir data sasaran yang tidak sesuai kriteria, perlu pelibatan stakeholder seperti pemerintah daerah untuk pemutakhiran data calon penerima bansos, dan perlu dilakukan afirmasi bagi masyarakat dengan kategori berkebutuhan khusus dan domisili di wilayah atau daerah jangkauan sulit (terluar, terpencil, terdalam, dan sebagainya).
Untuk BSU Ketenagakerjaan, agar dilakukan pemutakhiran data penerima BSU Ketenagakerjaan untuk menghindari kegagalan dalam penyaluran, dan perlu dipertimbangkan agar BSU dapat juga diberikan kepada Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) dengan kriteria yang ditetapkan.
Untuk Bansos Pemerintah Daerah agar dilakukan sosialisasi dan pendampingan teknis dalam distribusi kepada pemda dan masyarakat, perlu adanya informasi secara memadai yang disediakan terkait data dan daftar penerima bantuan, serta pendistribusian terhadap Bansos Pemerintah Daerah perlu memperhatikan kearifan lokal dan afirmasi kedaerahan (mekanisme, prosedur dan kondisi teritori).
Bagaimana dengan posisi masyarakat yang kerap dirugikan dalam pelayanan publik, seperti adanya malaadministrasi?
Tentu ini menjadi konsen kami Ombudsman RI mendorong percepatan pelaksanaan kebijakan ganti rugi pelayanan publik sebagaimana ketentuan Pasal 42 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pasalnya, hingga kini Peraturan Presiden (Perpres) mengenai mekanisme dan ketentuan pembayaran ganti rugi belum juga diterbitkan.
Mekanisme ganti rugi atas kerugian masyarakat yang diakibatkan oleh malaadministrasi pelayanan publik ini merupakan langkah perbaikan dan memberikan efek jera.
Ganti rugi akibat dari malaadministrasi tidak semata-mata membebani negara, tapi kalau kita dapat mengadopsi restorative justice. Sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi penyelenggara layanan yang terbukti melakukan malaadministrasi dan menyebabkan kerugian masyarakat.
Apa usulan Ombudsman terkait aturan ini?
Saya mengusulkan dalam rancangan Perpres terkait mekanisme dan ketentuan ganti rugi pelayanan publik nantinya agar ganti rugi dibebankan kepada penyelenggara layanan yang terbukti menyebabkan kerugian masyarakat. Sehingga selain menimbulkan efek jera maka penyelenggara layanan publik dapat terus meningkatkan mutu layanan dan tidak melakukan tindakan maladministrasi.
Apa manuver Ombudsman RI terkait rancangan Perpres ini?
Sebagai tindak lanjutnya, kami melakukan pertemuan dengan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan untuk membahas rancangan Perpres Ganti Rugi.
Bagaimana peran Ombudsman dalam mencegah malaadministrasi ASN?
Demi mencegah malaadministrasi dan pelanggaran manajemen ASN, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) bersama Ombudsman teken nota kesepahaman pada 31 Mei lalu. Itu terkait Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan Pengawasan Manajemen ASN Berbasis Sistem Merit.
Apa latar belakang dibuatnya MoU ini?
Ini dilatarbelakangi adanya irisan tugas dan kewenangan antara KASN dengan Ombudsman dalam menangani laporan dugaan pelanggaran. Laporan tersebut misalnya, pelanggaran dalam pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT); pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian ASN yang tidak sesuai prosedur; pelanggaran nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN (pungli, gratifikasi, serta masalah rumah tangga), dan lain sebagainya.
Dengan saling berkolaborasi maka cita-cita reformasi birokrasi pemerintah yang bersih dan efektif, dapat segera diwujudkan.
Apa yang Anda sampaikan ke KASN?
Saya katakan pengawasan yang dilakukan oleh Ombudsman RI diperlukan untuk menjaga agar ASN tetap profesional.
Kenapa demikian, karena ketidaknetralan ASN dapat berimplikasi pada terjadinya pelanggaran sistem merit, penyimpangan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, dan maladministrasi dalam pemberian layanan publik.
Bagaimana temuan Ombudsman terkait dengan implementasi reformasi agraria?
Ombudsman RI pada 7 Juni lalu telah menyelesaikan Kajian Sistemik Tinjauan terhadap Implementasi Reforma Agraria dalam Penyelesaian Konflik Agraria dan Redistribusi Tanah serta menyampaikannya kepada institusi terkait agar dilakukan perbaikan.
Ombudsman menemukan sejumlah potensi malaadministrasi dalam penyelesaian konflik dan redistribusi tanah, yaitu penundaan berlarut, tidak memberikan pelayanan, dan penyalahgunaan wewenang.
Kenapa Ombudman concern juga ke hal ini?
Karena, bidang agraria adalah sektor yang menempati peringkat tiga besar dalam statistik laporan masyarakat yang diterima Ombudsman RI.
Atas dasar hal tersebut maka Ombudsman RI telah melakukan kajian sistemik mengenai tinjauan terhadap Reforma Agraria dalam penyelesaian konflik agraria dan redistribusi tanah. Kajian sistemik ini merupakan bentuk konstribusi Ombudsman agar pelayanan publik yang dapat berjalan dengan baik dan hak atas layanan publik berkualitas bagi masyarakat dapat terpenuhi.
Apa peran Ombudsman mengatasi KKN?
Ombudsman memiliki tujuan mendorong penyelenggara negara dan pemerintahan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tujuan Ombudsman RI tersebut tercantum di Pasal 4 Undang-Undang 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Pada Pasal 4 disebutkan beberapa kali mengenai tugas Ombudsman untuk membebaskan masyarakat dari KKN.
Kita memiliki masalah akses internet di daerah. Apa tanggapan Anda?
Rabu pekan lalu, Ombudsman RI memberikan enam saran perbaikan kepada Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) dalam pengelolaan layanan program penyediaan akses internet di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Kami menemukan permasalahan yang paling dikeluhkan pengguna akses internet adalah terbatasnya bandwidth dan kecepatan internet sehingga keberadaan dan kemanfaatan akses internet belum dirasakan secara optimal.
Program akses internet yang disediakan BAKTI di daerah 3T dimaksudkan untuk mendukung pengembangan roadmap Indonesia Digital yang disediakan bagi masyarakat, kementerian/lembaga dan pemerintah daerah (K/L/D) tingkat kabupaten/kota, terutama pada lokasi titik layanan publik seperti sekolah, puskesmas, balai latihan kerja, ruang publik, terminal dan pos lintas batas negara. Hal ini mengingat masih banyak daerah 3T yang belum terjangkau internet. Oleh karena itu, Ombudsman RI telah melakukan kajian mengenai Layanan Penyediaan Akses Internet di wilayah 3T oleh BAKTI.
Kami telah meminta keterangan kepada Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Kesehatan, dan juga melakukan observasi langsung ke beberapa daerah 3T yang memperoleh layanan akses internet dari BAKTI.