JAKARTA - Pelaku usaha dan pelaku pasar saat ini sedang menantikan pemangkasan suku bunga acuan oleh bank-bank sentral di tingkat global. Head of Macroeconomic and Financial Market Research Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina, saat ini sedang mulai periode optimisme, baik global maupun domestik.
"Dari global saat ini, kita sedang menunggu kapan waktunya bank sentral di seluruh dunia kan cut rate," kata Dian dalam seminar bertajuk "Optimisme Baru Pembangunan Ekonomi Era Pemerintahan Prabowo-Gibran", di Jakarta, Kamis (29/8). Dia menyebut bahwa semua bank sentral di dunia sudah membuka ruang untuk melakukan pemangkasan suku bunga acuan, termasuk Bank Indonesia (BI).
"Begitu juga dengan BI, dari statement Pak Perry Warjiyo (Gubernur BI) terakhir dari Rapat Dewan Gubernur (RDG), ruang penurunan suku bunga itu di kuartal IV-2024," ujar Dian. Sementara itu, dari Amerika Serikat (AS), pidato Ketua Federal Reserve (the Fed), Jerome Powell, di Jackson Hole, pada pekan lalu, telah menunjukkan isyarat akan adanya pelonggaran moneter pada pertemuan September 2024 mendatang.
Sebagai informasi, the Fed akan menyelenggarakan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 17-18 September 2024. "Bulan depan, ini akan ada FOMC the Fed dan ekspektasi market hampir semua bilang akan turun. Sebagian turun 15 basis poin, sebagian turun 50 bps, event bigger, tapi tidak ada yang expect akan stay," kata Dian. Dengan demikian, suku bunga the Fed diperkirakan mencapai kisaran 4,25 sampai 4,5 persen pada akhir tahun, sehingga turun total 100 basis poin.
Bunga Kredit
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengakui sudah mendengar kabar ini sebelumnya bahwa bank sentral AS, Federal Reserve akan menurunkan suku bunga awal September.
Kondisi seperti itu, papar Esther, akan diikuti oleh bank sentral di seluruh dunia karena ekonomi AS menjadi benchmark atau acuan bagi negara lain. Bagi Indonesia, hal itu akan berdampak positif karena Bank Indonesia (BI) akan menurunkan tingkat suku bunga, sehingga diharapkan juga menurunkan tingkat suku bunga kredit.
"Jika demikian, dunia usaha akan sedikit bernapas," ujarnya. Dia juga menyarankan agar kebijakan moneter easy money policy harus terus didorong di tengah kebijakan fiskal yang cenderung kontraksi. Hal itu bisa dilakukan dengan mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan negara yang selama ini belum maksimal kontribusinya. Di sisi lain, pemerintah juga bisa menurunkan beban belanja negara seperti subsidi terutama subsidi energi yang sangat membebani keuangan negara. Hal itu penting dilakukan agar dunia bisnis tidak lesu dan masyarakat tetap survive.