haKebergantungan terhadap pasar mancanegara dinilai rentan terhadap gejolak global seperti saat ini, sehingga optimalisasi pasar domestik perlu dilakukan.

JAKARTA - Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) terus mencetak wirausaha muda, khususnya di Industri Kreatif Kriya dan Fesyen melalui program Creative Business Incubator.

Selain untuk memanfaatkan bonus demografi, langkah ini juga untuk memacu produktivitas industri nasional, khususnya sektor industri kreatif. Terlebih lagi, Kemenperin menargetkan adanya substitusi impor produk sebesar 35 persen pada 2022.

Dirjen IKMA-Kemenperin, Gati Wibawaningsih, mengatakan saat ini pemerintah mendorong pemanfaatan produk dalam negeri, termasuk fesyen dan kriya ini. Sebab, pandemi Covid-19 membuat pasar ekspor dan impor terganggu.

Gati mencontohkan Singapura yang ekonominya terpuruk karena mengandalkan ekspor-impor. Menurutnya, apa yang dialami Singapura menjadi pelajaran bagi Indonesia. RI, lanjutnya, harus manfaatkan pasar domestik. Jika produsen genjot produksi maka konsumen harus utamakan produk lokal demi memperkuat ekonomi nasional.

"RI tidak bisa mengandalkan pasar ekspor lagi. Kita harus manfaatkan produk dalam negeri, manfaatkan pasar domestik agar target substitusi impor 35 persen itu tercapai," ungkap Gati saat Launching Program Creative Business Incubator Bali Creative Industry Center (CBI BCIC) melalui media daring, Rabu (29/7).

Gati menjelaskan melalui Bali Creative Industry Center (BCIC) para pelaku industri kreatif bidang kriya dan fesyen akan diberikan pelatihan dan pendampingan untuk mengembangkan bisnis (scaling-up) dengan bentuk kegiatan yaitu program kelas pada tahun pertama dan pendampingan pada tahun kedua.

Program ini untuk mencetak wirausaha muda di sektor Industri Kreatif Kriya dan Fesyen. Mereka akan menjadi motor penggerak industri ini di masa yang akan datang.

Naik Kelas


Semakin besar industri kreatif yang mereka kembangkan, kian banyak tenaga kerja yang terserap, sehingga menekan angka pengangguran. Dari program BCIC ini sejumlah industri bahkan telah naik kelas dari mikro ke kecil dan kecil ke menengah. Kapasitas usahanya meningkat.

"Kami terus dampingi termasuk dekatkan mereka dengan investor dan lembaga perbankan. Dengan itu usahanya semakin besar. Kami juga beri pelatihan manajemen keungan, SDM (sumber daya manusia) dan berbagai jenis pelatihan lainnya," tambah Gati.

Secara terpisah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengaku tengah menyusun road map prgram substitusi impor itu. Langkah yang ditempuh untuk mewujudkan kebijakan tersebut antara lain substitusi impor pada industri yang tercatat memiliki nilai impor besar pada 2019.

Sektor yang dimaksud meliputi industri mesin, kimia, logam, elektronika, makanan, peralatan listrik, tekstil (fesyen dan kriya), kendaraan bermotor, barang logam, serta karet dan barang dari karet.

Guna mencapai target substitusi impor sebesar 35 persen itu, Kemenperin juga melakukan langkah peningkatan utilisasi produksi seluruh sektor industri pengolahan, dengan target peningkatan secara bertahap pada 2020, 2021 dan 2022 sebesar 60 persen, 75 persen dan 85 persen.
Menperin mengungkapkan, utilisasi sektor industri sebelum terjadinya Covid-19 mencapai 75 persen. Saat ini, dengan adanya tekanan akibat pandemi, utilisasi turun drastis hingga 40 persen.

ers/E-10

Baca Juga: