Meski menggelar PTM terbatas, sekolah juga masih harus memberi opsi pembelajaran jarak jauh. Terpenting memastikan pembelajaran tetap berjalan.
BOGOR - Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas bukan kebijakan yang harus dipaksakan. Sebab ada daftar periksa dan standar operasional prosedur (SOP) yang harus dipenuhi sekolah, sebelum melaksanakan PTM terbatas.
Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Suharti, saat berbicara dalam Forum Wartawan Pendidikan, di Bogor, Sabtu (18/9).
"Kalau dikatakan dipaksakan juga tidak karena ada daftar periksa. Kalau tak memenuhi persyaratan, belum bisa menggelar PTM terbatas," ujarnya. Dia menjelaskan, PTM terbatas sudah diumumkan sejak Maret dengan adanya surat keputusan bersama (SKB) 4 menteri.
Suharti memastikan, pengawasan terhadap daftar periksa dan instrumen pendukung lainnya sangat ketat. Di sisi lain, level PPKM di satu wilayah sangat menentukan pelaksanaan PTM terbatas."Kalau sekolah sudah layak, dilihat PPKM levelnya. Kalau level 4 belum bisa. Level 1 sampai 3 bisa, tapi ada batasan-batasannya," tegasnya.
Suharti menekankan, meski menggelar PTM terbatas, sekolah juga masih harus memberi opsi pembelajaran jarak jauh (PJJ). Menurutnya, paling penting memastikan pembelajaran tetap berjalan.
Dia menambahkan, jika ada temuan kasus Covid-19 di satu sekolah, berarti PTM terbatas di sekolah dan daerah lain dihentikan. Untuk itu, dia minta pemerintah daerah membuat SOP tambahan dari SKB 4 menteri.
"Di Jakarta, misalnya, kalau ditemukan kasus di sekolah, sekolah akan ditutup. Nanti ada penanganan 3T," tandasnya.
Bantuan Kuota
Sementara itu, Kepala Biro Perencanaan Kemendikbudristek, Muhammad Samsuri, mengatakan, bantuan kuota internet yang diberikan pemerintah kepada pendidik dan siswa untuk mendukung PTM terbatas dan PJJ. Bantuan kuota data internet telah disalurkan kepada 24,4 juta penerima.
"Bantuan diberikan selama tiga bulan mulai September hingga November," katanya.
Rinciannya, siswa PAUD sebesar 7 GB per bulan. Sedang untuk murid jenjang pendidikan dasar dan menengah 10 GB per bulan. Kemudian, para guru diberi 12 GB per bulan. Untuk mahasiswa dan dosen diberi bantuan sebesar 15 GB per bulan.
Terkait kuota yang tidak terpakai, Samsuri menjelaskan, semua dikembalikan lagi pada negara. Setiap byte dikonversikan dan dikembalikan pada negara. Masyarakat jangan khawatir anggaran terbuang sia-sia.
"Pada tahap awal bantuan kuota, sebanyak 2,9 triliun rupiah dikembalikan ke negara karena kuotanya tidak terpakai. Selanjutnya, pada Maret hingga Mei, dijatah 2,5 triliun rupiah, namun yang terpakai 'hanya' 2,3 triliun rupiah," ucapnya.