Di era digital saat ini, para pekerja ekonomi gig kesadaran akan kerentanan mereka masih terbilang rendah.

JAKARTA - Para pekerja kontrak jangka pendek atau gig perlu mengoptimalkan inovasi teknologi digital untuk mendapatkan penghasilan. Karena itu, para pekerja gig economy harus mampu memanfaatkan platform daring untuk menawarkan jasa layanan dan melindunginya dari kerentanan.

"Dengan kemajuan teknologi digital, pekerja gig dapat memanfaatkan platform online untuk menawarkan layanan mereka dan mendapatkan penghasilan. Perlindungan pekerja ekonomi gig juga perlu melibatkan pemangku kepentingan yang lain mulai dari peneliti, penyedia platform, dan juga kesadaran pekerja itu sendiri," kata pengamat ketenagakerjaan, Reytman Aruan, melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (8/6).

Lebih lanjut, Reytman mengatakan pemerintah, perusahaan, dan organisasi pekerja harus saling bekerja sama untuk mengembangkan kerangka kerja yang memperhitungkan kebutuhan pekerja ekonomi gig. Pekerjaan itu meliputi perlindungan ekonomi, perlindungan teknis, dan perlindungan sosial.

Gig economy merupakan suatu sistem pasar tenaga kerja bebas yang mana perusahaan akan mengontrak karyawan independen jangka waktu singkat. Saat ini, sistem tersebut banyak diterapkan oleh perusahaan.

Jenis pekerjaan ini makin populer di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir pascakrisis 2008. Bahkan, pertumbuhan pekerja gig meningkat pesat selama pandemi Covid-19.

Pada 2023, pekerja gig diperkirakan mencapai lebih dari 78 juta orang di seluruh dunia dengan nilai ekonomi mencapai 298 miliar dollar AS atau setara 4.433,94 triliun rupiah. Angka tersebut meningkat pesat dibandingkan periode sebelum pandemi sebanyak 43 juta pekerja gig.

Peneliti Senior SMERU Palmira Permata Bachtiar menjelaskan di era digital sekarang, para pekerja ekonomi gig perlu memahami sumber-sumber kerentanan mereka. Namun kenyataannya, di kalangan pekerja gig sendiri, kesadaran akan kerentanan masih terbilang rendah.

"Para pekerja ini harus sering melihat kasus-kasus pentingnya memiliki jaminan, misalnya dari media masa. Selain itu, pemberi layanan BPJS Ketenagakerjaan perlu menjemput bola dan menggunakan champion di antara para pekerja gig untuk menyebarluaskan informasi tentang pentingnya memiliki perlindungan bagi mereka," ujarnya.

Namun, kemajuan teknologi juga bisa menghilangkan pekerjaan manual dan memunculkan jenis pekerjaan baru dengan kebutuhan keterampilan yang berbeda.

Aksi Kolektif

Pada kesempatan sama, Deputi Direktur Bidang Project Management Office BPJS Ketenagakerjaan, Eka Kartika, mengatakan BPJS saat ini telah melakukan berbagai cara untuk menjangkau kelompok pekerja gig. "Selain melalui kantor-kantor cabang, kami juga menggunakan perantara untuk mencari pekerja yang sulit dijangkau. Kami juga bergerak ke arah digital, di antaranya bekerja sama dengan marketplace yang dapat digunakan pekerja untuk mendaftar BPJS Ketenagakerjaan sekaligus membayar iurannya. Kami juga aktif melakukan edukasi melalui akun-akun media sosial BPJS Ketenagakerjaan," katanya.

Hal itu sejalan dengan collective action atau aksi bersama sebagai salah satu prinsip dalam perlindungan pekerja ekonomi gig yang memastikan para pemangku kepentingan menyediakan skema perlindungan dan bantuan untuk membantu meringankan kerentanan yang dihadapi pekerja ekonomi gig.

Seperti contoh, apa yang dilakukan Gojek melalui Program Gojek Swadaya. Program yang sudah berlangsung sejak 2016 itu bertujuan membantu para mitranya dengan memberikan akses kepada layanan jasa keuangan, seperti perbankan dan asuransi, cicilan otomatis yang terjangkau, diskon untuk kebutuhan sehari-hari, hingga kesempatan berbisnis untuk meningkatkan pendapatan keluarga.

Baca Juga: