Rumah singgah menjadi tempat penampungan sementara pasien yang tengah menjalani pengobatan.

Cukup banyak kelompok masyarakat yang peduli dengan derita penyakit yang dialami masyarakat lain. Kepedulian ini ditumbuhkan sebagai rasa kasih sayang terhadap sesama.

Salah satu kelompok yang peduli terhadap penderitaan sakit yang dialami orang lain adalah Komunitas Peduli Generasi. Komunitas ini memahami bahwa menyelamatkan generasi adalah hal yang penting dalam kehidupan.

Apalagi, generasi penerus menjadi tulang punggung bangsa di masa depan. Sehingga, wajib peduli terhadap tumbuh kembangnya generasi muda. Atas dasar tersebut, Komunitas Peduli Generasi menaruh perhatian terhadap anak-anak dan masyarakatyang menderita penyakit ganas.

Berbagai program digelar untuk memberi bantuan pada yang membutuhkan. Kepedulian komunitas diberikan agar anak-anak muda yang menderita penyakit memiliki harapan dan melanjutkan kehidupannya. "Kalau ngga ada rumah singgah ngga mungkin sampai di sini (Jakarta),"' ujar Siti Rosita, 29. Ibu dua anak (8 tahun dan 1,5 tahun) yang mengidap penyempitan pembuluh jantung selama sembilan tahun.

Pada waktu itu, dokter rumah sakit di tempat tinggal telah menyarankanya berobat di Jakarta yang memiliki rumah sakit dengan fasilitas lebih lengkap. Namun, Siti mengaku belum berani melakukan pengobatan lebih lanjut. Di samping itu, ia memikirkan biaya tempat tinggal selama berobat di ibukota. Belakangan ini, tubuhnya mengalami rasa sakit yang tidak tertahankan.

Akhirnya, wanita asal Lampung Timur ini mengikuti saran dokternya untuk berobat ke Jakarta. Beruntung selama berobat di salah satu rumah sakit di Lampung, ia bertemu dengan Komunitas Peduli Generasi yang memberikan informasi rumah singgah pasien daerah yang tengah berobat di salah satu rumah sakit di Jakarta. Dengan memanfaatkan fasilitas rumah tinggal, Siti mengaku tidak terlalu berat menanggung biaya tempat tinggal selama di Jakarta.

Siti mulai tinggal di Rumah Singgah Peduli sejak November 2017. Sesekali, ia yang ditemani ibunya pulang ke daerah asalnya. Rumah singgah menjadi tempat penampungan sementara pasien yang tengah menjalani pengobatan. Mereka merupakan pasien kurang mampu dari daerah yang dirujuk untuk berobat ke rumah sakit berfasilitas lengkap semacam beberapa rumah sakit di Jakarta. Keberadan rumah singgah sangat membantu pasien dan keluarga pasien. Karena, mereka tidak perlu mengontrak senilai satu sampai dua juta perbulan. Tinggal di rumah singgah akan membantu mengurangi biaya perawatan.

Selama proses perawatan yang dapat memakan waktu satu sampai delapan bulan, mereka hanya dikenai biaya 10.000 ribu rupiah per hari untuk membeli sayur mayor dan uang kas. Rumah singgah menjadi salah satu kegiatan yang digagas Komunitas Peduli Generasi. Komunitas yang berdiri di Lampung ini berawal memberikan rumah tinggal untuk para masyarakat Lampung yang dirujuk berobat ke daerah lain.

Saat ini, rumah singgah ada di sejumlah daerah seperti Yogyakarta, Bali, Semarang, Semarang maupun Lampung. "Dalam waktu dekat akan didirikan rumah singgah di Bandung," ujar Meida Ayu Putri, Koordinator/Penanggung Jawa Rumah Singgah Peduli Cabang Jakarta yang ditemui di Rumah Singgah Cabang Jakarta, Selasa (27/3). Selain itu, komunitas dibantu oleh para relawan mensurvei pasien di sejumlah rumah sakit. Di antaranya, survei dilakukan untuk mendata pasien yang membutuhkan tempat tinggal sementara selama perawatan.

Para relawan yang terlibat dapat mendaftarkan diri melalui akun media sosial Komunitas Peduli Generasi. Setiap Minggu, komunitas yang berada di Jakarta melakukan pemeriksaan maupun konsultasi kesehatan gratis di Car Free Day. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan gula darah, tekanan darah maupun kadar kolesterol. Pemeriksaan ini dilakukan relawan-relawan berasal dari perawat maupun bidan.

"Lama-kelamaan saya jadi belajar memeriksa gula darah, tekanan darah maupun kolesterol," ujar dia. Terlebih di rumah singgah, Ayu dihadapkan untuk dapat memeriksa kondisi awal pasien sebelum ditangani dokter. Komunitas berawal membantu pasien anak di Lampung yang terkena kanker mata pada anak menjadi pendamping pasien selama berobat.

Pendampingan yang dilakukan melalui jemput bola diharapkan mampu membantu pasien untuk mendapatkan perawatan kesehatan secara optimal. Sehingga akan bermunculan, generasigenarasi sehat yang mampu melanjutkan kehidupannya secara pribadi maupun memberkan sumbangan kepada Tanah Air. din/E-6

Mengelola Rumah Singgah Secara Kekeluargaan

Papan penanda pasien yang menginap dan tumpukkan kursi roda yang berada di sudut ruangan menjadi penanda bahwa rumah tersebut bukan rumah "biasa". Sejumlah, penghuni rumah tersebut tengah menjalani pengobatan. Ada penyakit leukimia, jantung maupun kanker. Mereka tidak opname di rumah sakit namun mereka tengah melakukan pengobatan rawat jalan maupun menjalani kemoterapi.

Para penghuni merupakan kalangan kurang mampu yang berasal dari luar Jakarta. Rumah singgah menjadi penolong kala mereka harus menjalani pengobatan di ibukota. Maida Ayu Putri, 22, Koordinator Rumah Singgah Peduli mengatakan rumah singgah merupakan salah satu bagian kegiatan Komunitas Peduli Generasi. Rumah tersebut merupakan tempat persinggahan para pasien kurang mampu dari luar daerah yang tengah berobat di Jakarta. "Kalau di rumah singgah, mereka tidak usah mengeluarkan biaya kontrak rumah," ujar dia.

Karena rata- rata pasien yang berobat di Jakarta membutuhkan waktu sekitar satu sampai delapan bulan. Pasien dan pendamping pasien (maksimal dua orang) dapat tinggal di rumah ini selama menjalani proses pegobatan di ibu kota.

Mereka hanya membayar uang iuran untuk membeli sayur dan uang kas yang masing-masing bernilai 5000 rupiah per hari. Uang tersebut digunakan membeli sayur mayur maupun gas yang digunakan memasak selama tinggal di rumah singgah.

Tidak ada asisten rumah tangga maupun majikan di rumah singgah. Semua keluarga pasien yang tinggal di tempat tersebut bahu membahu memelihara rumah singgah sebagai tempat tinggal sementara sembari menunggu keluarganya berobat. Mulai dari mengepel maupun membersihkan kaca dikerjakan secara bersama-sama.

Sedangkan kebutuhan pribadi dikerjakan sendirisendiri. Selain tempat tidur sebanyak 20 buah, rumah singgah yang terletak di Jalan Katalia II No 12, Jakarta Barat dilengkapi dengan ambulans. Sopirnya berasal dari keluarga pasien. Mereka saling membantu jika ada pasien lain yang memerlukan diantar dengan ambulans untuk periksa ke RS Harapan Kita maupun Darmais. Maida Ayu Putri yang biasa disapa Ayu mengatakan pasien-pasien yang diterima di rumah singgah merupakan pasien yang masih dapat berjalan atau minimal dengan bantuan alat.

"Mereka tidak berbau atau memiliki penyakit menular," ujar dia. Alasannya, tenaga rumah singgah tergolong terbatas. Kamar-kamar pasien dipisahkan antara pasien dewasa, anak-anak maupun pasien akan operasi maupun pasca operasi. Ini karena setiap pasiennya membutuhkan situasi dan kondisi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, pasien kanker dan jantung yang imunnya lemah.

Mereka mudah sakit atau mengalami pusing. Lain lagi dengan, pasien yang akan operasi maupun pasca operasi. Mereka membutuhkan tempat untuk mempersiapkan maupun memulihkan kondisi. Ayu tidak memungkiri bahwa hidup dalam satu atap tidak dapat lepas dari perbedaan pendapat. Namun, dia selalu menganggap pasien adalah keluarganya.

"Mereka ada masalah, saya mendengarkan apalagi saya jauh dari orang tua (di Lampung)," ujar dia. Setiap Jumat, rumah singgah mengadakan acara yasinan. Pada saat itu Ayu sekaligus membahas masalah yang tengah terjadi tanpa menuduh salah satu pihak.

Ayu lebih memberikan masukan yang bermanfaat untuk semua anggota rumah singgah. Dengan cara tersebut, rumah singgah menjadi rumahke dua untuk para pasien yangtengah berjuang untuk mendapatkan kesembuhan. din/E-6

Berobat Lebih Tenang, Menjaga Kebersamaan

Bagi keluarga pasien, rumah singgah membantu meringankan biaya selama pengobatan. Di samping itu, mereka seolah memiliki tujuan ketika baru pertama kali datang ke kota besar, seperti Jakarta. Hal tersebutlah yang dirasakan Kasmid, 43, ketika akan mengobati istrinya, Supiyah, di Jakarta. Kasmid yang berasal dari Lampung mengaku belum pernah datang ke Jakarta, sebelumnya. "Saya di Jakarta tidak tahu lor kidul," ujar dia.

Maka begitu diinformasikan tentang rumah singgah, sebagai tempat tinggal sementara. Ia merasa terbantu dengan keberadaan rumah tersebut. Terlebih rumah singgah dekat dengan rumah sakit tempat istrinya berobat.

Saat dokter menyatakan merujuk pengobatan istrinya ke Jakarta, Kasmid sempat kebingungan untuk mencari tempat tinggal di Jakarta. Saat itu, dokter hanya menyarankannya untuk mencari tempat penginapan, biaya makan maupun biaya transportasi. Sementara biaya pengobatan telah ditanggung BPJS. Untungnya, ia yang mulai tinggal di rumah singgah sejak November 2017 mendapatkan informasi rumah singgah di Jakarta dari pengurus rumah singgah di Lampung yang ditemui di rumah sakit setempat.

Sampai saat ini, buruh tani yang kadang-kadang mendapat upah 40 ribu per hari harus bolak balik Jakarta Lampung untuk pengobatan istrinya yang menderita penyakit jantung. Hal senada dirasakan Karyuni, 64.

Perempuan asal Lampung yang tengah mengobati anaknya karena Tumor Tonsil ini mengaku sangat terbantu dengan keberadaan rumah singgah. Bedanya, anaknya, Ngatiyem, 43, yang mendapatkan informasi tentang rumah singgah. Sehingga saat dirujuk ke Jakarta, Ngatiyem yang menelepon pengurus rumah singgah.

"Langsung di jemput ke rumah sakit," ujar dia. Meski harus besabar menghadapi pengobatan anaknya, keberadaan rumah singgah mampu meringankan beban selama pengobatan. Pasalnya di tempat tersebut, ia hanya mengeluarkan biaya 10 ribu rupiah untuk keperluan beli sayur maupun iuran kas. Sehingga, ibu tiga anak ini dapat berkonsentrasi pada proses pengobatan anaknya yang cukup menguras emosi. Meski tinggal satu atap dengan pasien dan keluarga pasien lainnya. Karyuni mengaku tidak pernah salah paham dengan penghuni lainnya.

Perasaan kebersamaan tengah melakukan pengobatan untuk penyakit yang tergolong berat lebih utama ketimbang mempersoalkan masalah sepele. Justru, mereka saling menjaga satu dengan yang lainnya dan saling mendukung untuk kesembuhan masing- masing pasien. din/E-6

Baca Juga: