Paguyuban Pedagang Sembako Madura berharap agar pemerintah mempertimbangkan nasib mereka dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Pemerintah diharapkan peka terhadap keberlangsungan hidup mereka.

JAKARTA - Paguyuban Pedagang Sembako Madura berharap agar pemerintah mempertimbangkan nasib mereka dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Pemerintah diharapkan peka terhadap keberlangsungan hidup mereka.

Ketua Paguyuban Pedagang Sembako Madura Abdul Hamid mengaku tidak pernah diajak bicara untuk ikut membahas RPP tersebut. "Bagaimana nanti penerapannya, seperti apa jalan keluarnya. Ini bukti bahwa pemerintah tidak peka. Peraturan ini dibikin di menara gading. Pelarangan zonasi 200 meter ini sangat disayangkan," sebutnya di Jakarta, Rabu (3/7).

Pernyataan Badul mengacu pada pernyataan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengenai RPP Kesehatan yang akan menerapkan terkait larangan zonasi 200 meter jual produk hasil tembakau, disambut dengan kekecewaan dan keresahan oleh para pedagang kecil.

Pria yang akrab disapa Cak Hamied ini justru bingung, bagaimana proses rancangan aturan zonasi penjualan produk hasil tembakau yang secara jelas memberikan efek domino negatif bagi pedagang, bisa dimasukkan dalam pasal-pasal pertembakauan yang tengah difinalisasi sebagai peraturan pelaksana UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.

'"Yang menyusun aturan itu, apakah tidak pernah cek, turun ke lapangan? Akan ada banyak sekali warung, usaha kelontong, pedagang yang terdampak. Zonasi 200 meter ini ketika diterapkan, yang bakal dipindah sekolahnya atau pedagangnya? Toh, semua warga negara punya hak hidup dan hak atas pekerjaan yang sama, kan?" ujarnya.

Menurut Cak Hamied, sebagai produk legal, maka pedagang berhak untuk menjual produk hasil tembakau. Ia juga menyebutkan bahwa para pedagang sudah sangat memahami bahwa produk hasil tembakau ini adalah produk yang ditujukan untuk orang dewasa.

"Tanpa zonasi pun kami, para pedagang sudah mem-filter siapa konsumen ini. Produk hasil tembakau adalah produk yang menambah pendapatan di warung. Jadi, ketika ada pelarangan ini, dapat dipastikan pendapatan pedagang akan menurun drastis," katanya.

  1. Zainal, pedagang kelontong di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat yang was-was usahanya akan gulung tikar. Pria yang berjualan di area Kemayoran ini khawatir wacana penerapan penjualan rokok 200 meter dari fasilitas pendidikan akan memukul pendapatannya.

"Pedagang kecil seperti saya pendapatannya gak pasti. Saya sadar dan setuju produk hasil tembakau bukan untuk anak. Tapi, kalau aturannya seperti itu, pedagang kecil yang jadi korban," ujarnya.

Senada, Warningsih, pedagang kelontong asal Madura yang sehari-hari berjualan di kawasan Jakarta Pusat juga keberatan dengan pelarangan zonasi ini. "Saya belum pernah dengar akan ada aturan seperti ini. Jangan sampai lah. Pendapatan pasti akan berkurang jauh," sebut Warningsih.

Baca Juga: