Jakarta - Peci merah yang dikenakan calon wakil gubernur DKI nomor urut tiga, Rano Karno melambangkan sejarah Betawi dan perlawanan terhadap kolonial yang dilakukan oleh para jawara pada masa itu.
Menurut pasangan calon Rano, yakni Pramono Anung pemilihan pakaian itu tidak terlalu eksklusif lantaran sudah pernah dipakai saat pendaftaran Pilkada ke KPU DKI Jakarta.
"Iya. Saya pakai pakaian saat pendaftaran ini, saya pakai lagi," kata Pramono, Minggu.
Berdasarkan laman senibudayabetawi.com, peci merah memiliki sejarah dan arti sendiri bagi warga Betawi.
Dituliskan bahwa peci merah biasa digunakan oleh para jawara dan juga penggiat seni budaya pada akhir 1930an.
Masa itu mereka dianggap sebagai orang yang hebat dan jago bertarung.
Kemudian, pemakaian peci merah juga dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap pemerintah kolonial pada saat itu.
Kini, peci merah khas Betawi dimaknai tidak hanya untuk keserasian pakaian, tetapi juga dipakai pada saat seseorang ingin menunjukkan keseriusan.
Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno mengenakan baju pangsi bernuansa putih-oranye dengan kaos bertuliskan "Jakarta Menyala" menghadiri debat perdana Pilkada DKI.
Berbeda dengan Pramono yang mengenakan peci hitam, Doel memilih menggunakan peci berwarna merah.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta menggelar debat pertama pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Pilkada DKI Jakarta 2024 di Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (6/10) malam.
Peserta debat tersebut adalah pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 1 Ridwan Kamil-Suswono (RIDO), paslon nomor urut 2 Dharma Pongrekun-Kun Wardana (Dharma-Kun) dan paslon nomor urut 3 Pramono Anung-Rano Karno (Pram-Doel).
Tema yang diangkat dalam debat perdana yakni "Penguatan SDM dan Transformasi Jakarta menjadi Kota Global".
Adapun KPU DKI Jakarta menjadwalkan debat tahap dua dari calon gubernur dan wakil gubernur di Pilkada Jakarta pada 27 Oktober yang dilanjutkan debat ketiga pada 17 November.
Sebanyak tujuh orang pakar hadir dari berbagai unsur bidang keilmuan yaitu Gun Gun Heryanto, Beky Mardani, R. Siti Zuhro, Nurliah Nurdin, Didik Suhariyanto, Ahsanul Minan, dan Andhyta Firselly Utami.