Pyonyang mengingatkan bahwa Amerika Serikat akan membayar sangat mahal jika Dewan Keamanan PBB menyetujui lebih banyak sanksi terhadap Korut karena melanjutkan program nuklir dan uji coba misil.

SEOUL - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa berencana melakukan pemungutan suara pada Senin (11/9) waktu setempat terkait rancangan resolusi untuk menjatuhkan sanksi-sanksi baru terhadap pemerintah Korea Utara (Korut). Hingga beritaini diturunkan, belum diketahui apakah pemerintah Tiongkok dan Russia akan mendukung penjatuhan sanksi-sanksi baru.

Dalam rancangan resolusi yang dibuat oleh Amerika Serikat (AS) diserukan agar seluruh negara di dunia menerapkan embargo minyak ke Korut, menghentikan eksport tekstil negara itu dan menutup akses keuangan pemimpin Korut, Kim Jong-un, serta memasukkannya dalam daftar hitam perjalanan.

Presiden Korea Selatan (Korsel), Moon Jae-in, mengatakan menutup suplai minyak ke Korut adalah sebuah hal yang sulit terelakkan pada saat ini demi mengajak Pyongyang agar mau melakukan perundingan. Moon pun meminta dukungan Presiden Russia, Vladimir Putin dalam hal ini.

Dewan Keamanan PBB membutuhkan 9 suara dukungan untuk meloloskan resolusi baru yang digagas AS terkait program nuklir Korut. Bukan hanya itu, tidak boleh ada suara penolakan dari anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yakni AS, Inggris, Prancis, Russia dan Tiongkok.

"Saya telah mengatakan sebelumnya bahwa Tiongkok setuju bahwa Dewan Keamanan PBB harus membuat sebuah langkah lanjut dan tindakantindakan penting terkait uji coba nuklir Korut yang ke-6 kalinya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Geng Shuang, yang menekankan perlunya konsensus dan menjaga perdamaian.

Presiden Putin saat ini dipandang telah bersikap tegas, namun penjatuhan embargo minyak ke Korut akan berdampak negatif secara kemanusiaan terhadap masyarakat Korut. Tiongkok, kemungkinan besar akan sangat mengkritisi embargo ini karena Beijing mengendalikan sebuah jaringan pipa yang menyediakan sekitar 520.000 ton minyak mentah per tahun ke Korut. Tiongkok merupakan sekutu terdekat Korut.

Respons Pyongyang

Sementara itu pemerintah Korut memperingatkan Washington DC bahwa AS akan membayar dua kali lipat atas upaya-upaya yang mereka lakukan untuk menjatuhkan sanksisanksi baru terhadap Korut. Pyongyang melakukan uji coba nuklir untuk ke-6 kalinya pada 3 September lalu. Negara itu dikecam secara global karena melakukan uj icoba tersebut, dimana ledakan bom nuklir tersebut diklaim Pyongyang sebagai bom hidrogen tingkat tinggi.

"Jika pada akhirnya AS terus membuat resolusi ilegal dan tidak berkekuatan hukum atau memperketat sanksi, maka Korut sudah pasti akan membuat AS membayar dua kali lipat. Seluruh dunia akan menyaksikan bagaimana Korut melakukan serangkaian tindakan keras dari yang pernah mereka bayangkan," kata juru bicara pemerintah Korut seperti dikutip kantor berita KCNA, Senin (11/9).

KCNA dalam pemberitaannya menuliskan pula bahwa pemerintah Korut telah mengembangkan dan menyempurnakan senjata termonuklir berkekuatan penuh untuk mencegah pergerakan musuh dan ancaman nuklir yang terus meningkat di AS serta meredakan bahaya perang nuklir di Semenanjung Korea.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Korut mengatakan pemerintah AS mulai bersikap panik dengan cara menanipulasi Dewan Keamanan PBB terkait uji coba nuklir yang dilakukan oleh Pyongyang, dimana uji coba tersebut bagian dari pertahanan diri yang terlegitimasi. uci/Rtr/I-1

Baca Juga: