NEW YORK - Seorang pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Minggu (16/5) menyatakan bahwa Majelis Umum PBB akan mempertimbangkan sebuah rancangan resolusi tak mengikat yang isinya menyerukan segera diberlakukannya embargo senjata pada junta militer di Myanmar dan hasilnya akan diumumkan pada Selasa (17/5).

Tak seperti resolusi-resolusi yang dikeluarkan Dewan Keamanan PBB, resolusi Majelis Umum PBB sifatnya tak mengikat tetapi memiliki sifat politik yang amat kuat. Jika persetujuan melalui konsensus tidak bisa dicapai, maka seluruh anggota Majelis Umum PBB yang jumlahnya terdiri dari 193 negara, akan melakukan voting untuk meloloskan resolusi tersebut.

Rancangan resolusi embargo ini digagas oleh Liechtenstein dengan dukungan dari Uni Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat. Resolusi itu akan dibahas pada sidang pleno yang ditetapkan pada Selasa malam.

"Rancangan resolusi menyerukan penangguhan secepatnya atas pasokan, penjualan, atau transfer langsung dan tidak langsung semua senjata, amunisi, dan peralatan terkait militer lainnya ke Myanmar," demikian pernyataan seorang pejabat juru bicara PBB.

"Pertemuan di Majelis Umum PBB ini akan dilaksanakan secara tatap muka langsung," imbuh dia.

Rancangan resolusi embargo itu sebelumnya telah dinegosiasikan selama beberapa pekan dan rancangan resolusi itu telah disponsori oleh 48 negara, dengan Korea Selatan sebagai satu-satunya negara dari kawasan Asia.

Selain embargo senjata, isi resolusi ini juga menyerukan kepada militer untuk mengakhiri keadaan darurat dan segera menghentikan semua tindak kekerasan terhadap demonstran yang melakukan aksi protes secara damai serta segera dan tanpa syarat membebaskan Presiden Win Myint, pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan semua orang yang telah secara sewenang-wenang ditahan, didakwa atau ditangkap sejak kudeta pada 1 Februari.

Rancangan resolusi embargo itu juga menambahkan seruan untuk segera melaksanakan konsensus lima poin yang dicapai dengan para pemimpin dari 10 negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/Asean) pada 24 April lalu.

Sikap Utusan Myanmar

Terkait akan rancangan resolusi embargo senjata terhadap junta, utusan Myanmar di PBB, Kyaw Moe Tun, dalam sebuah sesi wawancara eksklusif dengan NHK pada Senin (17/5), telah mendesak masyarakat internasional untuk memutus aliran uang ke pihak militer Myanmar.

Kyaw Moe Tun saat ini masih bertahan di posnya di PBB, meskipun ia telah dibebastugaskan oleh militer karena telah mengecam junta di Majelis Umum PBB.

"Setiap aliran keuangan yang masuk ke militer harus segera dihentikan. Mereka (junta) akan menggunakan aliran uang itu untuk membunuh warga Myanmar," ucap Kyaw Moe Tun. AFP/NHK/I-1

Baca Juga: