HAMILTON - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta agar pembicaraan yang melibatkan metode kekerasan, khususnya terkait "rudal, drone bersenjata, dan serangan maut lainnya" dihentikan, menyusul pembunuhan kepala biro politik Hamas Ismail Haniyeh dalam serangan udara Israel di Iran.

Kepala urusan politik PBB, Rosemary DiCarlo, pada Rabu (31/7) mengatakan serangan baru-baru ini menimbulkan "eskalasi yang serius dan berbahaya."

Ia menekankan perlunya "upaya diplomatik untuk mengubah arah dan mencari jalan menuju perdamaian dan stabilitas kawasan."

"Dewan mengadakan pertemuan darurat untuk mendiskusikan perkembangan situasi yang mengkhawatirkan di Timur Tengah," katanya kepada Dewan Keamanan PBB.

DiCarlomenyeru masyarakat internasional untuk "bekerja sama guna mencegah tindakan apa pun yang dapat memperbesar dan memperluas konflik dengan sangat cepat."

Ia juga menyerukan "tindakan diplomatik yang cepat dan efektif untuk deeskalasi situasi di kawasan."

"Dewan ini memainkan peran yang sangat penting dalam hal ini. Sekarang lah waktunya," ujarnya.

DiCarlo mengutip janji yang dilontarkan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei untuk membalas kematian Haniyeh.

Dia juga merujuk pada pernyataan PM Netanyahu yang mengeklaim bahwa Israel tengah berperang melawan Iran.

"Serangan hari ini di Teheran menyusul beberapa peristiwa eskalasi baru-baru ini di kawasan," katanya.

"Sementara kekerasan terus berlanjut di Gaza setelah berbulan-bulan upaya diplomatik yang tiada henti, situasi di sepanjang Garis Biru dan di dalam Lebanon berada di jalur yang semakin mengkhawatirkan," ujar DiCarlo.

Pertemuan darurat Dewan Keamanan mengenai pembunuhan Haniyeh diadakan setelah ada permintaan dari Iran. Permintaan itu mendapat dukungan dari Rusia, Aljazair, dan China.

Haniyeh berada di Teheran, ibu kota Iran, dalam rangka menghadiri upacara pelantikan presiden baru Iran Masoud Pezeshkian pada Selasa (30/7).

Haniyeh terpilih kembali sebagai kepala biro politik Hamas pada 2021 untuk masa jabatan kedua berturut-turut, yang dijadwalkan berakhir pada 2025.

Pembunuhan terhadap Haniyeh terjadi saat Israel melanjutkan serangan militer yang menghancurkan di Jalur Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 39.400 korban dan melukai lebih dari 91 ribu orang sejak 7 Oktober 2023.

Baca Juga: