PBB pada Jumat (9/6) melaporkan bahwa junta di Myanmar telah menangguhkan otorisasi perjalanan bagi petugas bantuan yang ingin menolong korban bencana topan di Negara Bagian Rakhine.

BANGKOK - Junta Myanmar telah menangguhkan otorisasi perjalanan bagi petugas bantuan yang berusaha menjangkau ratusan ribu orang di Negara Bagian Rakhine yang dilanda topan, kata kantor urusan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (9/6).

Topan Mocha membawa hujan deras dan angin berkecepatan 195 kilometer per jam ke Myanmar dan negara tetangga Bangladesh bulan lalu, menewaskan sedikitnya 148 orang di Myanmar.

Topan itu menghancurkan rumah-rumah dan membawa gelombang badai ke Negara Bagian Rakhine, tempat ratusan ribu pengungsi minoritas Rohingya tinggal di kamp-kamp pengungsian setelah puluhan tahun konflik etnis.

"Otoritas junta pekan ini telah menangguhkan otorisasi perjalanan yang tersedia untuk organisasi kemanusiaan," kata Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB dalam sebuah pernyataan.

"Rencana untuk mendistribusikan bantuan ke kota-kota yang terkena dampak topan yang sebelumnya telah disetujui oleh junta juga dibatalkan. Pembatasan itu akan menghentikan aktivitas yang telah menjangkau ratusan ribu orang," imbuh kantor itu.

Kantor beritaAFPtelah berupaya menghubungi juru bicara junta untuk memberikan komentar. Namun pada Kamis (8/6), Menteri Keamanan dan Urusan Perbatasan Negara Bagian Rakhine, Kolonel Kyaw Thura, telah mengeluarkan surat yang mengatakan bahwa junta telah menangguhkan perintah otorisasi tersebut dan tidak dijelaskan alasan mengapa otorisasi itu ditangguhkan.

Sementara media lokal melaporkan bahwa larangan bepergian berlaku untuk kelompok kemanusiaan yang bekerja di Negara Bagian Rakhine.

Belum Terima Bantuan

Bulan lalu, PBB mengajukan permohonan dana darurat sebesar 333 juta dollar AS untuk 1,6 juta orang di Myanmar yang dikatakan terkena dampak badai.

Setelah Topan Nargis menewaskan sedikitnya 138.000 orang di Myanmar pada 2008, junta saat itu dituduh memblokir bantuan darurat dan awalnya menolak untuk memberikan akses kepada pekerja kemanusiaan dan aliran bantuan.

Berdasarkan keterangan petugas bantuan mengatakan bahwa Di Rakhine utara, lebih dari 90 persen rumah dan bangunan rusak akibat badai dan hingga lebih dari dua pekan kemudian, banyak warga di wilayah bencana belum menerima bantuan apapun.

Sementara itu media milik negara bulan lalu melaporkan bahwa tawaran bantuan dari masyarakat internasional telah diterima.

"Tugas pertolongan dan rehabilitasi harus dilakukan melalui kekuatan persatuan yang ada," laporGlobal New Light of Myanmar.

Negara Bagian Rakhine adalah rumah bagi sekitar 600.000 warga Rohingya, yang dianggap oleh banyak orang di sana sebagai penyusup dari Bangladesh, dan tidak diberi kewarganegaraan dan kebebasan bergerak.

Sebagian besar dari 148 orang yang tewas selama badai tersebut, menurut keterangan junta berasal dari kelompok minoritas. AFP/I-1

Baca Juga: