NEW YORK - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan melaksanakan voting pada Jumat (18/6) bagi resolusi yang akan mengecam junta yang berkuasa di Myanmar dan menyerukan negara-negara anggota untuk mengekang aliran senjata ke negara itu.

Sejumlah diplomat PBB menyatakan bahwa voting itu akan dilaksanakan bersamaan dengan pembicaraan informal di Dewan Keamanan mengenai situasi di Myanmar, di mana junta telah menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lalu.

Rancangan resolusi Majelis Umum PBB ini merupakan hasil dari pembicaraan antara negara-negara Barat dan anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/Asean) yang bertindak sebagai penengah dalam krisis tersebut.

"Kedua pihak (negara Barat dan Asean) pada Jumat sebenarnya berharap resolusi itu diadopsi jadi konsensus, bukan semata menginginkan hasil voting," kata seorang diplomat di PBB yang enggan disebutkan jati dirinya pada Kamis (17/6).

"Posisi Tiongkok yang merupakan sekutu utama Myanmar, hingga Kamis belum diketahui. Setiap negara bisa saja meminta voting untuk digelar, di mana Beijing bisa memberikan suara abstain," ungkap diplomat itu.

Pada pertengahan Mei lalu, upaya awal untuk meloloskan rancangan resolusi terkait Myanmar terhenti karena kurangnya dukungan. Untuk itu sejumlah negara Barat menunda resolusi untuk memberi waktu bernegosiasi dengan negara-negara anggota Asean agar mendapatkan lebih banyak dukungan bagi meloloskan resolusi tersebut.

Rancangan resolusi awal menyerukan penangguhan dengan segera bagi pasokan, penjualan, atau transfer semua senjata, amunisi, dan peralatan terkait militer lainnya ke Myanmar secara langsung dan tidak langsung. Namun dalam teks rancangan resolusi terbaru jelas-jelas menyerukan kepada semua negara untuk mencegah aliran senjata ke Myanmar.

Usung Komitmen Asean

Sebenarnya melalui voting di pertemuan Dewan Keamanan PBB, resolusi bagi embargo senjata lebih mungkin diloloskan karena langkah itu sifatnya mengikat. Akan tetapi jika Tiongkok mengeluarkan hak veto, maka skenario itu tidak mungkin terjadi.

Selain untuk mencegah aliran senjata ke Myanmar, rancangan resolusi Majelis Umum PBB juga menyerukan pemulihan demokrasi di Myanmar, pembebasan semua pemimpin sipil yang ditahan dan menuntut agar militer segera menghentikan semua tindak kekerasan terhadap demonstran damai.

Rancangan resolusi itu juga akan meminta pelaksanaan lima poin komitmen yang digagas Asean pada April lalu, termasuk meminta adanya seorang utusan untuk Myanmar dari Asean.

Rancangan teks resolusi Majelis Umum PBB yang telah mendapat dukungan lebih dari 50 negara itu juga meminta junta untuk mengizinkan utusan PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, untuk mengunjungi negara itu dan mengizinkan akses perjalanan yang aman bagi bantuan kemanusiaan. AFP/I-1

Baca Juga: