Sekjen PBB mendesak agar militer yang berkuasa di Myanmar untuk segera membebaskan Aung San Suu Kyi. Situasi krisis politik di Myanmar diperburuk dengan diterapkannya lockdown akibat lonjakan kasus virus korona.

NEW YORK - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, pada Kamis (1/7) mendesak militer Myanmar agar membebaskan peraih anugerah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint sesegera mungkin. Desakan itu disampaikan oleh juru bicara PBB pada Kamis, sehari setelah ribuan tahanan dibebaskan.

Myanmar saat ini berada di tengah kondisi kacau sejak militer merebut kekuasaan pada 1 Februari dan menggulingkan pemerintahan terpilih pimpinan Suu Kyi.

"Kami ulangi seruan kami agar segera membebaskan semua orang yang ditangkap secara sewenang-senang, termasuk Presiden Win Myint dan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi," kata juru bicara Guterres, Eri Kaneko.

"Kami masih sangat prihatin dengan kekerasan dan intimidasi yang masih berlangsung, termasuk penangkapan sewenang-wenang oleh pasukan keamanan," imbuh Kaneko.

Pada Rabu (30/6) Myanmar membebaskan lebih dari 2.000 warga dari tahanan termasuk sejumlah wartawan, yang menurut militer ditahan atas tuduhan penghasutan karena ikut terlibat dalam aksi protes.

Banyak penentang militer ditahan, beberapa di antaranya divonis di bawah undang-undang yang mengkriminalisasi perbedaan pendapat yang berpotensi menyebabkan ketakutan atau menyebarkan berita bohong. Suu Kyi juga disidang atas pelanggaran serupa dan kini ia masih ditahan.

"Lockdown" di Mandalay

Sementara itu pada Jumat (2/7), otoritas di Myanmar memberlakukan aturan lockdown di Kota Mandalay setelah jumlah kasus virus korona di negara itu mengalami melonjak dan banyak petugas kesehatan mogok untuk memprotes junta.

Selain Mandalay, aturan lockdown juga diterapkan di dua kotapraja di wilayah Bago selatan.

Tidak dijelaskan hingga kapan aturan lockdown ini yang diumumkan oleh Kementerian Kesehatan dan Olahraga Myanmar ini, akan diberlakukan.

Berdasarkan sensus, Mandalay dan dua kotapraja di wilayah Bago selatan memiliki jumlah populasi sebanyak lebih dari dua juta orang. Sebelumnya Myanmar juga telah menerapkan lockdown di kota-kota di Negara Bagian Chin barat yang ada dekat perbatasan dengan India, sejak Mei lalu.

Sejak terjadi kudeta, ribuan dokter, sukarelawan dan pegawai negeri telah bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil massal untuk memprotes rezim militer dan situasi ini bisa memperparah krisis kesehatan di negara itu.

Pihak berwenang setempat melaporkan lebih dari 1.500 kasus baru pada Kamis, naik dari sekitar 100 kasus per hari pada awal Juni. Myanmar juga telah melaporkan sebanyak 3.347 angka kematian terkait virus, meskipun angka sebenarnya cenderung lebih tinggi.

n Ant/AFP/I-1

Baca Juga: