NEW YORK - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, pada Senin (4/4), menuduh sejumlah pemerintah dan pengusaha berbohong tentang upaya mereka membendung perubahan iklim. Ia berusaha mempermalukan mereka agar terdorong untuk bertindak setelah badan dunia itu menerbitkan laporan penting soal krisis iklim.

Guterres mengatakan dunia harus menyingkirkan batu bara, minyak, dan gas serta habis-habisan mengembangkan energi terbarukan tanpa ditunda-tunda lagi agar dapat menghindari "bencana iklim". "Beberapa pemerintahan dan pemimpin bisnis mengatakan satu hal, namun melakukan hal lain.

Sederhananya, mereka berbohong. Dan akibatnya akan menjadi bencana besar," kata Guterres dalam pesan video yang dirilis bersamaan dengan laporan PBB tentang cara mencegah dampak terburuk pemanasan global.

Laporan yang disusun oleh para ilmuwan itu memperingatkan upaya pengurangan emisi karbon dioksida dari hasil pembakaran bahan bakar fosil yang menurut sains mendorong pemanasan planet Bumi masih belum cukup.

Hampir lima bulan setelah mengumpulkan negara-negara dari seluruh dunia pada KTT Iklim COP26 yang tidak jelas juntrungannya, Sekjen PBB memperkeras retorikanya dengan menyasar pemerintah dan perusahaan, yang menurut laporan itu harus bertindak untuk menghentikan emisi.

Badai Meningkat

Laporan berturut-turut oleh Panel Antarpemerintah PBB tentang Perubahan Iklim (IPCC) telah menunjukkan pemanasan yang disebabkan ulah manusia telah mendorong peningkatan frekuensi badai mematikan, kekeringan, kebakaran dan banjir, dan bahkan telah memusnahkan beberapa spesies.

Dalam Perjanjian Iklim Paris 2016, negara-negara sepakat membatasi kenaikan suhu global hingga "jauh di bawah" dua derajat Celsius dibandingkan tingkat pra-industri, dan 1,5 derajat Celsius Celsius apabila memungkinkan. Dalam tiga bagian terakhir dari seri laporan utama terbarunya, IPCC memperingatkan waktu hampir habis. Jika kebijakan yang saat ini berlaku tidak diperbaiki, planet Bumi sudah pasti akan mengalami kenaikan suhu hingga 3,2 derajat Celsius.

"Pemerintahan dan perusahaan yang menghasilkan emisi tinggi tidak hanya menutup mata, tetapi bahkan memperparah keadaan," kata Guterres. "Mereka mencekik planet kita dengan kepentingan pribadi dan investasi bersejarah mereka dalam bahan bakar fosil, ketika solusi terbarukan yang lebih murah menyediakan lapangan kerja ramah lingkungan, keamanan energi dan stabilitas harga yang lebih besar," katanya.

KTT Iklim COP26 menghasilkan janji-janji untuk menghentikan deforestasi, membatasi emisi metana, mengurangi pembangkit listrik tenaga batu bara secara bertahap dan meningkatkan bantuan keuangan ke negara-negara berkembang. Namun, Guterres mengatakan, laporan terbaru menyoroti kurangnya tindakan yang diambil untuk memenuhi janji-janji tersebut. Ia menyebutnya "sebuah dokumen yang memalukan, katalog janji kosong yang dengan kokoh menempatkan kita pada jalur menuju dunia yang tidak layak huni".

Ratusan perusahaan telah berjanjia mencapai emisi "nol bersih" pada 2050. Namun berbagai perusahaan masih merencanakan proyek-proyek baru ekstraksi bahan bakar fosil, di mana mereka bersikeras sebagian minyak dan gas masih akan dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan miliaran penduduk dunia di tengah peralihan menuju energi terbarukan.

"Investasi dalam infrastruktur baru bahan bakar fosil adalah kegilaan moral dan ekonomi," lanjut Guterres. "Untuk menjaga agar batas 1,5 derajat yang disepakati di Paris dalam jangkauan, kita harus memangkas emisi global hingga 45 persen dekade ini," tambahnya.

"Namun janji-janji iklim saat ini akan menimbulkan kenaikan emisi 14 persen, jika dibandingkan dengan tingkat pada tahun 2010. Dan sebagain besar penghasil emisi utama tidak mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memenuhi, bahkan, janji-janji yang tidak mencukupi ini," ujarnya. Saat menyinggung keluhan sebagian besar dunia menderita akibat kenaikan harga pangan dan energi akibat pandemi Covid-19 dan perang di Ukraina, ia kukuh menyatakan "peningkatan produksi bahan bakar fosil hanya akan memperburuk keadaan".

Baca Juga: