N'DJAMENA - Banjir parah di Chad sejak Juli telah menelan 503 korban jiwa dan mempengaruhi sekitar 1,7 juta orang sejak Juli, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari Sabtu (21/9) dalam laporan terbarunya.
Banjir juga telah menghancurkan 212.111 rumah, membanjiri 357.832 hektare ladang dan menenggelamkan 69.659 ekor ternak, kata Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) di Chad.
Semua provinsi di negara itu terkena dampak, kata Menteri Air dan Energi Chad, Marcelin Kanabe Passale, kepada wartawan Sabtu pagi. Ia memperingatkan akan adanya lebih banyak masalah di masa mendatang.
"Air sungai Logone dan Chari telah mencapai ketinggian kritis yang kemungkinan akan menyebabkan banjir serius dalam beberapa hari mendatang," kata Passale.
N'Djamena, ibu kota Chad, terletak di pertemuan sungai Logone dan Chari.
Passale merekomendasikan agar semua air dari sumur pribadi diolah dengan klorin sebelum dikonsumsi.
Ia menambahkan, sebuah komite pemantau banjir telah dibentuk untuk "menilai risiko yang terkait dengan pencemaran pasokan air minum dan naiknya permukaan air sungai."
PBB telah memperingatkan pada awal September tentang dampak "hujan deras dan banjir parah" di wilayah yang lebih luas, khususnya di Chad.
Ia menyerukan tindakan dan pendanaan segera untuk mengatasi perubahan iklim.
Bencana Regional
Saat musim hujan sedang mencapai puncaknya, Chad hanyalah satu dari banyak negara di Afrika barat dan tengah yang dilanda banjir dalam beberapa minggu terakhir setelah hujan deras.
Naiknya permukaan air telah mempengaruhi lebih dari empat juta orang di 14 negara berbeda, Program Pangan Dunia memperingatkan pada tanggal 17 September.
Di dekat perbatasan Chad dan Nigeria, Kamerun utara mengalami curah hujan 125 persen lebih banyak dari biasanya untuk musim ini, menurut laporan OCHA yang diterbitkan pada pertengahan September.
PBB memperkirakan 20 orang tewas dan lebih dari 236.000 orang terkena dampak di Kamerun sejak akhir Agustus.
Di negara tetangga Nigeria, banjir besar yang melanda kota timur laut Maiduguri telah menewaskan sedikitnya 30 orang dan memaksa 400.000 orang mengungsi, kata para pejabat.
Sejak dimulainya musim hujan di negara terpadat di Afrika, banjir telah menewaskan 229 orang dan membuat lebih dari 380.000 orang mengungsi, menurut data Badan Manajemen Darurat Nasional.
Banjir bukanlah hal yang aneh saat musim hujan yang sering lebat di wilayah tersebut.
Tetapi para ilmuwan telah lama memperingatkan bahwa perubahan iklim yang didorong oleh emisi bahan bakar fosil buatan manusia menyebabkan periode cuaca ekstrem yang lebih sering, lebih intens, dan berlangsung lebih lama.
Dengan serangkaian suhu yang memecahkan rekor, gelombang panas, kekeringan, dan banjir parah, musim panas ini merupakan yang terpanas yang pernah tercatat secara global.