NEW YORK - Majelis Umum PBB di New York akan mengadakan Sidang Umum PBB, pada Selasa (19/4), untuk memperdebatkan rancangan resolusi yang mewajibkan lima anggota tetap Dewan Keamanan membatasi penggunaan hak veto mereka.

Itu sebuah ide lama yang bertujuan membuat lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB agar mengurangi penggunaan hak veto mereka yang kembali dihidupkan. Hal ini terjadi menyusul terjadinya invasi Russia ke Ukraina.

Hak veto yang dimiliki Russia memungkinkan negara itu untuk "melumpuhkan" keputusan di Dewan Keamanan, seperti menjamin perdamaian global yang didefinisikan oleh Piagam PBB.

Menurut para diplomat, proposal yang diajukan Liechtenstein itu disponsori bersama oleh sekitar 50 negara termasuk Amerika Serikat (AS), harus menjadi subjek pemungutan suara yang akan datang. Meskipun ide tersebut tidak didukung satu pun dari empat anggota tetap Dewan Keamanan lainnya, seperti Russia, Tiongkok, Prancis, dan Inggris.

Dewan Keamanan juga memiliki 10 anggota tidak tetap yang tidak memiliki hak veto.

"Mengatur pertemuan 193 anggota Majelis Umum dalam waktu 10 hari kerja setelah pemberian veto oleh satu atau lebih anggota tetap Dewan Keamanan, untuk mengadakan pembahasan tentang situasi di mana hak veto diberikan," bunyi teks proposal dari Liechtenstein.

Beri Dukungan

Di antara yang mendukung dan telah berkomitmen untuk memberikan suara terhadap teks tersebut adalah Ukraina, Jepang, dan Jerman.

Adapun Jepang dan Jerman berharap agar kewenangan sebagai anggota tetap di Dewan Keamanan bisa diperbesar, mengingat pengaruh politik dan ekonomi global mereka. Sementara India, Brasil, atau Afrika Selatan, dan pesaing lain yang ingin masuk dalam anggota tetap belum terungkap.

"Prancis akan mendukung proposal tersebut, sedangkan Inggris, Tiongkok, dan Russia yang dukungannya akan sangat penting untuk inisiatif kontroversial seperti itu, belum jelas diketahui suaranya," kata sebuah sumber.

Sejak veto pertama yang pernah digunakan oleh Uni Soviet pada 1946, Moskwa telah menerapkannya sebanyak 143 kali, melampaui AS (86 kali), Inggris (30 kali), Tiongkok dan Prancis (18 kali masing-masing).

"Kami sangat prihatin dengan pola memalukan Russia yang menyalahgunakan hak vetonya selama dua dekade terakhir," kata Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, dalam sebuah pernyataan.

"Adopsi resolusi Liechtenstein akan menjadi langkah signifikan menuju akuntabilitas, transparansi, dan tanggung jawab semua anggota tetap Dewan Keamanan," tambahnya.

Prancis, yang terakhir menggunakan veto pada 1989, mengusulkan pada 2013 bahwa anggota tetap secara kolektif dan sukarela membatasi penggunaan veto mereka jika terjadi kekejaman massal. Disponsori bersama oleh Meksiko dan didukung oleh 100 negara lainnya, proposal tersebut sejauh ini telah terhenti.

Baca Juga: