SINGAPURA - Pemimpin Gereja Katolik Seluruh Dunia, Paus Fransiskus, pada Rabu (11/9), mendarat di Singapura sebagai perhentian terakhir dari perjalanan empat negara di Asia-Pasifik yang bertujuan meningkatkan kedudukan Gereja Katolik di kawasan terpadat di dunia ini.
Dikutip dari Yahoo News, umat melambaikan bendera Vatikan dan Singapura saat pesawat Fransiskus tiba di Bandara Changi di negara-kota itu, dalam perjalanan terakhir dari tur 12 hari ke wilayah tersebut.
Paus berusia 87 tahun itu telah menentang keraguan mengenai kesehatannya selama perjalanan yang membawanya dari Masjid Istiqlal Jakarta ke hutan terpencil di Papua Nugini.
Dalam beberapa tahun terakhir, Paus Fransiskus yang sering sakit-sakitan itu telah menjalani operasi hernia dan diganggu oleh masalah pernapasan. Paus Fransiskus kini bergantung pada kursi roda, tongkat jalan, atau alat bantu untuk berjalan.
Namun, selama perjalanan, Paus Fransiskus telah melaksanakan lusinan kegiatan publik, memberi energi pada umat melalui panggilan dan tanggapan dadakan, dan berulang kali duduk selama berjam-jam di tengah panasnya cuaca tropis yang terik.
Di Timor Leste, Paus Fransiskus mengadakan misa di hadapan 600.000 umat Katolik, hampir separuh populasi negara itu, sebelum terbang pada hari Rabu ke pusat keuangan Singapura.
"Ini adalah perjalanan yang sangat panjang dan sulit mengingat usia dan kondisi medis Paus Fransiskus," kata pekerja kesehatan Singapura berusia 44 tahun, Marcus Voon, yang berencana menghadiri misa stadion pada hari Kamis.
Sekitar 30 persen penduduk Singapura beragama Buddha, 20 persen tidak beragama dan sisanya merupakan campuran Katolik, Protestan, Tao, dan Hindu.
Pesan Cinta
Erik Hon, seorang pekerja fintech beragama Buddha berusia 45 tahun, mengatakan dia sangat gembira dengan kunjungan Paus Fransiskus, dan berharap kunjungan tersebut akan menyebarkan pesan cinta, perdamaian, dan persatuan kepada seluruh umat manusia.
"Paus Fransiskus berupaya menjangkau kaum yang terpinggirkan dan memperdalam dialog antara agama yang berbeda dan mereka yang tidak memiliki agama apa pun," ujar Hon.
Paus Fransiskus kemungkinan akan menggunakan Singapura sebagai platform untuk menjangkau seluruh kawasan dan dunia.
"Paus Fransiskus kemungkinan besar akan terus menggarisbawahi sejumlah isu global yang tidak khusus terjadi pada satu negara saja," kata Michel Chambon, pakar agama Kristen di Asia di Universitas Nasional Singapura.
"Pentingnya kerukunan antaragama dan perdamaian internasional, perlunya pembangunan yang lebih tangguh dan berkeadilan serta perlunya upaya yang lebih kuat untuk melawan perubahan iklim," katanya, mengisyaratkan tema-tema yang sudah tidak asing lagi bagi perjalanan Paus Fransiskus kali ini.
Bagi lebih dari 100 juta umat Katolik di Asia, tur ini telah membuat mereka merasa terhubung dengan Gereja yang kaya akan adat istiadat dan konvensi dari benua yang jauh.
Meskipun Katolik telah hadir di Asia selama lebih dari 800 tahun dari misionaris Portugis di Jepang hingga gereja-gereja bawah tanah di Tiongkok, di antara agama-agama lokal, komunisme, dan ateisme, agama itu selalu menjadi agama yang terpinggirkan.
Veronique Dawson, kata ibu rumah tangga berusia 46 tahun, mengatakan kunjungan kepausan menunjukkan bahwa meskipun Katolik merupakan agama minoritas di Singapura, namun masih merupakan bagian besar dari masyarakat sipil. "Sungguh luar biasa bagaimana orang-orang dari berbagai agama dan budaya ikut berperan dalam kunjungan ini!" katanya.
Meski jalan-jalan di Singapura tidak dipenuhi pedagang yang menjual bendera Vatikan dan rosario, tetap ada rasa kegembiraan di antara umat beriman.
Dawson sedang memulihkan diri dari cedera punggung sehingga dia harus menonton misa dan acara lainnya dari rumah. "Saya harus katakan bahwa saya sedang mengalami FOMO (Fear of missing out/ rasa takut ketinggalan) yang parah!" katanya mengekspresikan rasa takut ketinggalan.