BAGDAD - Pemimpin Umat Katolik, Paus Fransiskus, pada Minggu (7/3), tiba di Irak utara untuk mengunjungi komunitas Kristen yang alami kekejaman dan penganiayaan. Kunjungan ke wilayah tersebut merupakan akhir perjalanan bersejarah Paus ke negara tersebut.

Dalam kunjungan itu, pemerintah mengerahkan pasukan keamanan besar-besaran guna melindungi Pemimpin Umat Katolik sedunia itu di salah satu wilayah yang dianggap paling berbahaya di Irak. Paus mendarat di Bandara Arbil, ibu kota wilayah Kurdi, yang beberapa minggu sebelumnya menjadi sasaran roket dan menewaskan dua orang.

Dia mengadakan pertemuan singkat dengan Presiden Regional, Nechirvan Barzani, dan sepupunya, Perdana Menteri Masrour Barzani. Paus kemudian melakukan perjalanan dengan helikopter untuk memimpin doa bagi para korban kekejaman di Mosul, persimpangan jalur kuno yang dikuasai oleh kelompok ISIS sejak 2014.

"Kami umat beriman tidak bisa diam ketika terorisme melanggar agama," kata Paus.

Perjalanan Paus ke Irak sebagai "peziarah perdamaian" bertujuan untuk meyakinkan komunitas Kristiani lama yang jumlahnya semakin berkurang, dan untuk memperluas dialog dengan pemuka agama.

Pemimpin Tahta Suci Vatikan dengan 1,33 miliar umat Katolik di dunia itu, pada Sabtu (6/3) waktu setempat, melakukan pertemuan tertutup dengan ulama Muslim Syiah Irak, Ayatollah Ali Sistani, yang setuju bahwa umat Kristen Irak harus dapat hidup dalam kedamaian.

"Kami berharap kunjungan ini menjadi pertanda baik bagi rakyat Irak. Kami berharap ini akan mengarah pada hari-hari yang lebih baik," kata seorang warga Kristen dari Irak utara, Adnane Youssef, kepada AFP.

Tunjukkan Solidaritas

Komunitas Kristen Irak telah menyusut dari 1,5 juta orang, sebelum AS melakukan invasi bersama sekutu pada 2003 yang menggulingkan Saddam Hussein, menjadi hanya 400.000 orang. Jumlah itu sekitar satu persen dari 40 juta penduduk di negara mayoritas Muslim itu.

Sebagian besar dari mereka telah tinggal di dataran luas di Provinsi Niniwe utara, yang dikuasai oleh kelompok radikal ISIS pada 2014.

Kaum Kristen di Irak telah didera berbagai masalah terkait sikap intolerasi, terutama dari perilaku kekerasan kelompok ISIS. Selain harus mengungsi, serangan kelompok radikal itu dari 2014-2017, telah menyebabkan kehancuran di Baghdad dan Mosul.

Sebanyak 35 persen bangunan dirusak, termasuk banyak gereja dan rumah. Pihak berwenang juga mencatat 62 bangunan rusak total, 2.100 rusak sebagian, dan 4.700 rumah rusak ringan.

Pada saat itu, Paus Fransiskus yang hanya bisa menyaksikan kengerian dari jauh, mengatakan siap untuk datang menemui para pengungsi dan para korban perang lainnya untuk menunjukkan solidaritas. Tujuh tahun kemudian, dia melihat sendiri Kota Tua Mosul yang hancur lebur dan berupaya keras untuk membangunnya kembali.

Paus kemudian akan melakukan perjalanan ke timur ke Qaraqosh, salah satu kota Kristen tertua di Irak yang penduduknya masih berbicara dengan bahasa yang digunakan oleh Yesus Kristus. Kota itu sebagian besar juga hancur pada 2014 ketika ISIS mengamuk di daerah itu, tetapi penduduknya telah kembali sejak 2017 dan perlahan-lahan bekerja untuk membangun kembali kampung halaman mereka.

"Kunjungan yang sangat penting ini akan meningkatkan moral kami setelah bertahun-tahun mengalami kesulitan, masalah dan perang," kata Pastor George Jahoula, di Qaraqosh.

Untuk menghormati Paus, pengrajin lokal menenun selendang sepanjang dua meter yang berisi doa "Bapa Kami" dan "Bunda Maria" dalam bahasa Syria, terbuat dari jahitan dengan benang emas. Selendang itu diberikan kepada Paus pada hari pertamanya di Irak, pada Jumat. n SB/AFP/E-9

Baca Juga: