ULAN BATOR - Paus Fransiskus bersama para pendeta shaman Mongolia, biksu Buddha, dan pendeta Ortodoks Rusia pada Minggu (3/9) menyoroti peran agama dalam menciptakan perdamaian dunia, saat memimpin pertemuan antar-agama, pertemuan yang menyoroti tradisi toleransi beragama di Mongolia.
Dilaporkan The Associated Press, Paus Fransiskus mendengarkan dengan penuh perhatian ketika selusin pemimpin agama - termasuk Yahudi, Muslim, Bahai, Hindu, Shinto, dan Kristen evangelis - menggambarkan keyakinan mereka dan hubungan mereka dengan surga.
Beberapa orang mengatakan ger tradisional Mongolia, atau yurt berbentuk bulat, adalah simbol kuat keharmonisan dengan Tuhan - tempat yang hangat untuk persatuan keluarga, terbuka ke surga, di mana orang asing diterima.
"Fakta bahwa kita berkumpul bersama di satu tempat sudah memberikan pesan: ini menunjukkan bahwa tradisi keagamaan, dengan segala kekhasan dan keragamannya, memiliki potensi yang mengesankan untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan," kata Paus Fransiskus dalam sambutannya yang mengutip pernyataan umat Buddha.
"Jika para pemimpin negara memilih jalur perjumpaan dan dialog dengan pihak lain, hal ini akan menjadi kontribusi yang menentukan dalam mengakhiri konflik yang terus menimpa banyak orang di dunia," katanya.
Acara antar-agama yang diadakan di sebuah teater di ibu kota Ulan Bator, terjadi di tengah kunjungan empat hari Paus Fransiskus ke Mongolia, kunjungan pertama Paus.Ia berada di Mongolia untuk melayani salah satu komunitas katolik terkecil dan terbaru di dunia dan menyoroti tradisi toleransi Mongolia di wilayah di mana hubungan Takhta Suci dengan negara tetangga Tiongkok dan Rusia sering kali tegang.
Menurut statistik yang dikeluarkan kelompok nirlaba Katolik Aid to the Church in Need, 53 persen penduduk Mongolia beragama Buddha, 39 persen atheis, 3 persen Muslim, 3 persen Shaman, dan 2 persen Kristen.
Ziarah Persahabatan
AFP melaporkan, Mongolia menjamu Paus pada Sabtu (2/9) dengan upacara penyambutan dari pengawal kehormatan dan barisan penunggang kuda berbaju besi dalam sebuah parade.
Menyebut dirinya sebagai "peziarah persahabatan", Paus Fransiskus memuji kebaikan negara itu, termasuk masyarakat nomadennya yang "menghormati keseimbangan ekosistem yang rapuh".
Dia mengatakan tradisi Shamanisme dan Budha Mongolia yang hidup selaras dengan alam dapat membantu dalam upaya mendesak untuk melindungi dan melestarikan planet Bumi".
Agama, jika tidak "dirusak" oleh penyimpangan sektarian, akan membantu menciptakan masyarakat yang sehat, katanya.
Hal ini "mewakili perlindungan terhadap ancaman korupsi yang berbahaya, yang secara efektif merupakan ancaman serius terhadap perkembangan komunitas manusia mana pun".
Mongolia telah dirusak oleh korupsi dan degradasi lingkungan dalam beberapa tahun terakhir, ibukotanya menderita kualitas udara terburuk di dunia dan skandal penggelapan uang yang memicu protes jalanan tahun lalu.
Sebagian besar wilayah negara ini juga berisiko mengalami penggurunan akibat perubahan iklim, penggembalaan berlebihan, dan pertambangan.
Di Sukhbaatar Plaza yang luas, yang namanya diambil dari nama pahlawan revolusi Mongol, banyak yang berharap bisa melihat sekilas pemimpin 1,3 miliar umat Katolik di dunia itu.