Semua fasiltas kesehatan, termasuk Puskesmas harus melayani pasien yang berobat. Apalagi pasien darurat yang berobat, jangan dibebani urusan administratif.

JAKARTA - Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyesalkan adanya fasiltas kesehatan (Faskes) yang masih membebani keluarga pasien darurat dangan urusan administratif, sehingga pasien tidak terlayani. Standar operasional prosedur (SOP) semua Faskes jelas memberikan prioritas kepada pasien darurat.

"Semua Faskes, apakah itu rumah sakit pemerintah dan swasta serta Puskesmas, harus mengutamakan penanganan pasien yang kondisinya darurat," kata Deputi 3 Kemenko PMK, Sigit Priohutomo, di Jakarta, Rabu (13/12). Sigit menyesalkan terjadinya kasus bayi 7 bulan yang tidak diizinkan dirawat di sebuah Puskesmas di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah (Jateng), Sabtu (9/12) hanya karena tidak memiliki dokumen kependudukan untuk memenuhi persyaratan administrasi pengobatan. Bayi tersebut kemudian dibawa pulang dan meninggal tanpa mendapatkan pertolongan medis.

"Jika ini benar, kami sangat menyayangkan hal tersebut dan mereka telah menyalahi SOP yang berlaku," ucap Sigit. Kelalaian rumah sakit dalam menolak menangani pasien, itu bukanlah hal pertama kali. Menurut Sigit, SOP yang dikeluarkan Kemenkes sudah jelas menyatakan siapa pun yang datang ke Faskes, terlebih dalam keadaan darurat harus segera mendapatkan pelayanan medis.

"Apabila sudah menyangkut nyawa orang, tidak dibenarkan untuk menolak hanya karena kurang kelengkapan administrasi, seperti Kartu Keluarga atau Kartu Indonesia Sehat," tegas Sigit.

Jadi Pembelajaran

Sebagai pengawal kesehatan di Kemenko PMK, Sigit menjelaskan peristiwa ini harus dijadikan bahan pembelajaran, baik dari rumah sakit atau puskesmas agar lebih fleksibel dalam menangani kasus yang berkaitan pasien darurat.

Ingat, nyawa itu lebih penting. Kemenko PMK akan melakukan langkah-langkah koordinasi dengan Kementerian dan Lembaga terkait, khususnya dengan Kemenkes untuk menindaklanjuti kejadian ini. "Kami akan menindaklanjutinya dengan meminta keterangan dari pihak keluarga pasien dan petugas.

Jika ada kesalahan petugas maka petugas itu akan ditindak sesuai prosedur yang berlaku," tutur Sigit. Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo mengaku prihatin atas meninggalnya balita berusia 7 bulan, Icha Selfia, warga Desa Sidamulya, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes. Dikabarkan, kematian putri dari ibu bernama Emiti (32 tahun) itu akibat ditolak oleh puskesmas saat akan berobat karena kurangnya syarat administrasi.

Pihaknya meminta secara tegas agar peristiwa itu tidak terulang lagi. "Saya sudah minta bupati ke sana. Saya meminta jangan sampai ada yang menolak pasien," kata Ganjar. Peristiwa tersebut, harus menjadi pengingat bagi semua pihak agar di masa mendatang tak ada kejadian serupa. Terlebih lagi Kabupaten Brebes, baru saja mendapatkan penghargaan Hak Asasi Manusia (HAM) dari Kementerian Hukum dan HAM.

Namun bersamaan dengan itu justru terjadi pelanggaran HAM di bidang kesehatan. "Saya minta Dinas Kesehatan, tolong dicek betul agar mereka bisa berobat dengan cepat, administrasi dipermudah, mereka dilayani dengan prima, itu penting," ujarnya. Seperti diketahui, balita bernama Icha Selfia sakit sejak Jumat (8/12).

Balita itu mengalami gejala muntah dan berak (muntaber) secara terus menerus. Sebelum dibawa ke puskesmas, Icha dibawa ke tukang urut. Dan oleh tukang urut disarankan untuk dibawa ke puskesmas saja. Keesokan paginya pada Sabtu (9/12), sang ibu membawa Icha ke Puskesmas Sidamulya dengan berjalan kaki sepanjang 1,5 kilometer. Namun sampai di puskesmas tidak ada penanganan karena alasan kelengkapan administrasi. Balita itu akhirnya meninggal dunia pada Minggu (10/12) pagi. Peristiwa ini lalu banyak menjadi sorotan media dan warganet. cit/SM/N-3

Baca Juga: