JENEWA - Setelah banjir dahsyat di Libya timur, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan fokus melakukan identifikasi penyakit dan pencegahan wabah, kata Margaret Harris, juru bicara badan global tersebut.

Menguraikan permasalahan dan prioritas kesehatan utama di kawasan ini, Harris mengatakan kekhawatiran utama adalah kebutuhan mendesak air bersih.

Anadolu melaporkan, hampir 4.000 orang tewas dalam banjir yang disebabkan Badai Daniel di Libya pada 10 September, lebih dari 40.000 orang mengungsi, menurut angka PBB. Badai tersebut berdampak pada beberapa kota, termasuk Benghazi, Bayda, Al Marj, dan Soussa, yang mengakibatkan kerusakan infrastruktur besar-besaran dan banyak korban jiwa.

Derna adalah wilayah yang paling terkena dampak banjir mematikan ini, bendungan-bendungan di kota itu jebol, rumah dan orang hanyut. Lebih dari 8.000 orang masih hilang.

Harris menekankan pentingnya memperkuat sistem peringatan dini dan pengawasan untuk mencegah dan mengendalikan potensi wabah penyakit yang ditularkan melalui air dan makanan.

Dampak banjir dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi penyebaran penyakit menular, sehingga pemantauan proaktif menjadi penting.

Layanan vaksinasi juga menjadi prioritas utama WHO.Harris menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk memberikan vaksin, terutama kepada anak-anak, untuk melindungi mereka dari penyakit seperti campak dan difteri.

Dia mengatakan penyakit seperti itu sangat mematikan bagi anak-anak, terutama ketika mereka berada dalam keadaan yang sangat sulit setelah mengalami "pengalaman yang mengerikan."

Menyadari dampak psikologis dari bencana ini, Harris menekankan bahwa dukungan kesehatan mental juga sama pentingnya. Dia mengatakan WHO bertujuan memberikan pertolongan pertama kesehatan mental kepada mereka yang berada dalam situasi krisis, membantu mereka memulai proses pemulihan psikologis.

Harris menekankan bahwa bencana tersebut juga berdampak pada rumah sakit di wilayah tersebut, dan bahkan sebelum terjadinya bencana, terdapat kebutuhan kemanusiaan yang signifikan di wilayah tersebut, dan separuh dari rumah sakit tersebut tidak beroperasi dengan kapasitas penuh karena kekurangan pasokan medis dan tenaga kesehatan.

Saat ini kebutuhan rumah sakit di wilayah tersebut semakin meningkat, dan banyak rumah sakit yang hancur akibat banjir.

"Apa yang kami lakukan adalah mendirikan rumah sakit lapangan dan mendatangkan tim medis darurat untuk memberikan perawatan sedekat mungkin dengan lokasi orang-orang berada," tambahnya.

Harris juga menekankan sulit untuk menentukan jumlah korban dan orang hilang dalam keadaan darurat seperti itu.

Oleh karena itu, ia menyebutkan mereka telah memperingatkan pejabat Federasi Internasional Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) untuk mengidentifikasi identitas individu yang meninggal dan memastikan penguburan mereka yang aman dan bermartabat.

Sebanyak 450 orang telah diselamatkan oleh tim nasional dan internasional dalam beberapa hari terakhir. Harris menyatakan pencarian orang hilang terus berlanjut.

Baca Juga: