Meskipun prospektif tahun depan, investor perlu mewaspadai potensi volatilitas cukup besar apabila ternyata penurunan suku bunga tidak sebesar yang diharapkan.

JAKARTA - Pasar saham Indonesia diperkirakan memiliki prospek cukup baik tahun depan meskipun di tengah tantangan ketidakpastian global dan tahun politik. Meski demikian, investor perlu mewaspadai spekulasi pengenduran kebijakan moneter oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Fed.

"Kami merasa prospek pasar saham masih cukup baik pada tahun depan, dengan asumsi ada penurunan suku bunga secara agresif oleh bank sentral, the Fed dan Bank Indonesia," kata Ekonom Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, di Jakarta, Selasa (12/12).

Dia menuturkan salah satu yang harus diwaspadai adalah potensi volatilitas cukup besar apabila ternyata penurunan suku bunga tidak sebesar yang diharapkan. "Investor ritel harus cermat melihat kondisi fundamental perusahaan, dan don't fight foreign flows," ujarnya.

Selain prospek pasar saham yang diperkirakan cukup baik tahun depan, Rully memproyeksikan pasar obligasi juga cukup baik, dengan ekspektasi penurunan suku bunga.

Di sisi lain, pihaknya memandang berdasarkan data historis dari 20 tahun terakhir, terlihat pertumbuhan ekonomi lebih banyak terpengaruh oleh kondisi ekonomi global.

Pihaknya cukup optimistis bahwa situasi politik domestik akan tetap kondusif selama pemilihan umum tahun depan. Namun, pemilihan umum tidak akan memiliki dampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi.

Di lain sisi, ada peluang besar untuk percepatan pertumbuhan dalam beberapa tahun berikutnya, dengan syarat bahwa pemerintahan baru akan menerapkan berbagai kebijakan untuk mempercepat pertumbuhan dan menjaga stabilitas politik secara bersamaan.

Operasi Moneter

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, dalam konferensi pers Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2023 di Jakarta, Rabu (29/11), memperkirakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS), the Fed menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) pada semester II-2024.

Penurunan inflasi di beberapa negara maju, termasuk AS, masih berjalan lambat pada tahun depan, meski pengetatan kebijakan moneter telah terjadi sangat agresif.

Sementara itu, Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga acuan (BI-7 Days Reverse Repo Rate/BI7DDR) pada 2024, karena kondisi global masih bergejolak dan ketidakpastian masih tinggi.

Saat ini, bunga acuan bank sentral berada di level 6 persen, setelah dinaikkan pada Oktober 2023 untuk menjaga rupiah yang sempat mengalami tekanan.

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan laba bersih dapat mencapai senilai 259,44 miliar rupiah pada 2024, dengan laba sebelum pajak ditargetkan senilai 316,44 miliar rupiah.

"Total pendapatan usaha yang akan diperoleh BEI sebesar 153,38 miliar rupiah atau naik 11,86 persen menjadi 1,45 triliun rupiah pada 2024 ," ujar Direktur Utama BEI Iman Rachman dalam konferensi pers seusai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Jakarta, Kamis (26/10).

Seperti diketahui, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) membukukan penurunan kinerja keuangan untuk periode semester I-2023.

BEI membukukan total pendapatan sebesar 1,17 triliun rupiah pada semester I-2023 atau turun 18,88 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 1,45 triliun rupiah.

Baca Juga: