Prancis pada Minggu (30/6) menggelar pemilu penting yang bisa membuat kelompok sayap kanan meraih kekuasaan untuk pertama kalinya dalam sejarah.

PARIS - Rakyat Prancis pada Minggu (30/6) berbondong-bondong memberikan hak suaranya pada dalam putaran pertama pemilihan parlemen cepat yang berisiko tinggi yang dapat mengubah haluan politik Prancis dan membuat partai sayap kanan pimpinan Marine Le Pen mengambil alih kekuasaan untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Presiden Emmanuel Macron mengejutkan Prancis dengan menyerukan pemungutan suara cepat setelah partai sayap kanan National Rally (RN) mendapat dukungan kuat dalam pemilihan Parlemen Eropa bulan ini.

Dengan perang Russia melawan Ukraina yang sudah memasuki tahun ketiga dan harga energi dan pangan jauh lebih tinggi, dukungan terhadap partai antiimigrasi dan euroskeptik telah meningkat meskipun Macron berjanji untuk mencegah kenaikan tersebut.

Pemungutan suara dua putaran ini bisa menjadikan kelompok sayap kanan berkuasa di Prancis untuk pertama kalinya sejak pendudukan Nazi pada Perang Dunia II.

Terkait pelaksanaan pemilu ini banyak pemilih mengatakan mereka khawatir tentang masa depan Prancis. "Saya sudah tak mengenal negara ini saya lagi," kata Roxane Lebrun, 40 tahun, warga dari Kota Bordeaux. "Kami harus terus berjuang demi apa yang kami yakini dan apa yang kami inginkan untuk Prancis," imbuh dia

Dalam pemilu ini, Presiden Macron dan istrinya, Brigitte, memberikan hak suara mereka di Le Touquet di Prancis utara. "Pada Senin (1/7), presiden Prancis berencana mengadakan pertemuan pemerintah untuk memutuskan tindakan selanjutnya," kata seorang narasumber kepadaAFP.

Sebagian besar jajak pendapat menunjukkan Partai RN akan memenangkan jumlah kursi terbesar di Majelis Nasional, majelis rendah di parlemen, meskipun masih belum jelas apakah partai tersebut akan mendapatkan mayoritas.

Jajak pendapat akhir menunjukkan RN memperoleh antara 35 hingga 37 persen suara, dibandingkan dengan 27,5-29 persen yang diperoleh aliansi sayap kiri New Popular Front, dan 20-21 persen yang diperoleh kubu sentris Macron.

Jika RN memperoleh mayoritas absolut, ketua partai Jordan Bardella, 28 tahun, yang merupakan anak didik Le Pen yang tidak memiliki pengalaman memerintah, bisa menjadi perdana menteri yang akan jadi seteru Macron.

Putaran Kedua

Banyak analis mengatakan bahwa Prancis saat ini sedang menghadapi majelis yang digantung, yang bisa menyebabkan kebuntuan dan ketidakstabilan politik.

Dari pantauan jumlah partisipasi pemilih di daratan Prancis pada Minggu siang tercatat mencapai 25,90 persen, meningkat dari 18,43 persen yang tercatat pada pemilu legislatif tahun 2022. Usai pemilu putaran pertama ini, pembentukan parlemen baru akan menjadi jelas setelah putaran kedua pemilu pada 7 Juli mendatang.

Keputusan Macron untuk menyerukan pemungutan suara cepat menjerumuskan negara itu ke dalam kekacauan politik dan memicu ketidakpastian di negara dengan perekonomian terbesar kedua di Eropa.

Sementara dukungan terhadap kubu sentris Macron tampaknya mulai dan dilain pihak partai-partai sayap kiri berhasil mengesampingkan perselisihan mereka untuk membentuk Front Populer Baru, sebagai bentuk dukungan terhadap aliansi yang didirikan pada tahun 1936 untuk memerangi fasisme. AFP/I-1

Baca Juga: