JAKARTA- Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengabulkan gugatan terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) soal larangan bekas napi korupsi maju sebagai calon legislatif. Mahkamah memutuskan, bekas napi korupsi bisa menjadi caleg. Keputusan itu meski harus dihormati karena telah jadi putusan hukum, namun juga disayangkan. Para penggiat pemilu dan anti korupsi menyayangkan keputusan MA. Mereka mendesak partai peserta pemilu tetap tak mencalonkan bekas koruptor.

"Meski semua pihak harus menghormati putusan tersebut, kritik juga penting disuarakan," kata bekas komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay di Jakarta, Minggu (16/9).

Menurut Hadar, setidaknya terdapat dua catatan kritis terhadap uji materi yang telah dilakukan oleh MA ini.

Catatan kritis pertama, proses pengujian materi ini diduga tidak sesuai prosedur karena dilakukan sebelum Mahkamah Konstitusi (MK) menyelesaikan uji materi atas UU Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Padahal, menurut Pasal 55 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK disebutkan proses uji materi peraturan perundang-undangan di MA dilakukan setelah proses uji materi di MK selesai.

"Catatan kritis yang kedua, proses pengujian terkesan tidak terbuka. Padahal, larangan ini merupakan polemik panjang di mana pendapat pihak pendukung dan penolak juga penting didengar dan dipertimbangkan. Hingga saat ini, putusan juga belum dipublikasikan atau diakses publik," kata Hadar.

Setidaknya lanjut Hadar, dengan membolehkan eks napi korupsi jadi caleg, MA telah menyusul Bawaslu dengan melewatkan peluang untuk berperan dalam mewujudkan pemilu yang menghadirkan calon lebih berintegritas. Hadar mengungkapkan, ia dan aktivis lain dari beberapa lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih akan menyusun eksaminasi putusan MA. "Terutama dari aspek prosedur pengujian dan asas manfaatnya," katanya.

Beri Tanda

Fadli Ramadhanil, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi yang juga tergabung dalam K oalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih mendesak beberapa hal. Desakan pertama ditujukan pada partai politik. Ia minta partai politik peserta pemilu tetap mencoret mantan napi korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba dari daftar caleg yang dicalonkan. Sikap bijak partai ini penting dilakukan demi menjawab tuntutan publik. Sekaligus mewujudkan pemilu berintegritas dari sisi peserta, dan komitmen terhadap pakta integritas yang telah disepakati partai.

"Desakan kedua, apabila partai tidak mencoret, KPU mesti mengadopsi gagasan menandai atau memberi keterangan mantan napi korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba sesuai dengan kejahatan yang mereka lakukan," katanya.

Komisi pemilihan umum juga didesak untuk membuka curriculum vitae seluruh caleg Pemilu 2019 tanpa terkecuali. Termasuk apabila calon pejabat publik tersebut keberatan. ags/AR-3

Baca Juga: