Jakarta - Kepala Pusat Riset Kimia Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yenny Meliana mengajak para periset di bidang kimia untuk mengeksplorasi pengembangan teknologi kimia ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Hal itu disampaikan Yenni dalam kegiatan The 10th International Symposium on Applied Chemistry (ISAC), The 4th International Conference on Chemical Process and Product Engineering (ICCPPE) in conjunction The 11th Conference on Emerging Energy & Process Technology (CONCEPT) di Yogyakarta, Selasa.

Dalam keterangannya di Jakarta, Yenny mengemukakan bahwa tren saat ini adalah teknologi kimia ramah lingkungan dan berkelanjutan, seperti bahan kimia dan katalisis, nanopartikel, polimer, dan makromolekul.

Lalu produk organik dan alami, kimia analitik dan lingkungan, kimia dan pengolahan makanan, kimia komputasi, rekayasa biomassa, dan bioproses.

Kemudian ada pemanfaatan hidrogen dan karbon, energi terbarukan, manajemen energi, tenaga listrik, energi hibrida, hingga intensifikasi proses untuk efisiensi energi.

"Pentingnya periset kimia BRIN untuk memperluas jejaring dan kolaborasi lintas negara, salah satunya melalui kegiatan bersama antara BRIN dengan Universitas Diponegoro 'UNDIP' dan Universiti Teknologi Malaysia 'UTM'," kata Yenny.

Ia mengungkapkan, BRIN telah menyiapkan skema dan regulasi berupa klirens etik dan izin penelitian termasuk untuk periset asing guna memudahkan terbentuknya ekosistem kolaborasi riset global.

Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN Agus Haryono mengatakan, saat ini BRIN memiliki enam komite etik, yaitu sosial humaniora, perawatan dan pemanfaatan hewan, kesehatan, kimia, dan nuklir. Khusus bidang kimia masih terhitung baru di Indonesia dan belum banyak periset yang memanfaatkannya, di tahun 2024 ini terdapat 87 pengguna.

Agus mengungkapkan, izin peneliti asing di Indonesia tercatat mengalami peningkatan. BRIN baru membuka izin penelitian asing pada bulan Mei 2022, yaitu sebanyak 368 kali, dan pada 2024 izin tersebut telah dikeluarkan sebanyak 905 kali.

Dia menyebutkan, terdapat empat prinsip dasar kode etik penelitian bidang kimia yang berlaku di Indonesia, di antaranya kebermanfaatan, akuntabilitas, dan keselamatan serta keamanan orang yang terlibat dalam penelitian ilmiah.

"Khusus untuk keselamatan dan keamanan ini bukan berlaku untuk perisetnya saja, tetapi juga perlu memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat sekitar. Karenanya, periset kimia juga penting memiliki kemampuan manajemen risiko," tuturnya.

Baca Juga: