JAKARTA - Setelah mengeksekusi sejumlah aset penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Satgas BLBI segera menjadwalkan pemanggilan para pengemplang yang banyak tinggal di Singapura.

Ketua Harian Satgas BLBI, Rionald Silaban menyatakan mayoritas obligor BLBI yang berada di luar negeri bermukim di Singapura saat dipanggil untuk melunasi kewajiban kepada negara.

"Kami banyak berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Singapura mengenai dan nantinya akan dipandu Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun)," kata Rionald.

Jamdatun jelasnya sudah memberi saran kepada Tim Satgas mengenai penanganan obligor di luar wilayah Indonesia. Satgas papar Rionald, saat ini akan fokus lebih dahulu kepada obligor yang berada di dalam negeri, karena masih banyak yang perlu memenuhi panggilan tim.

Dalam pengambialihan dan penguasaan aset-aset sebagai penggantian atas dana yang diterima di Karawaci Tangerang, Jumat (27/8), Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan telah mengamankan 49 bidang tanah seluas 5.291.200 meter per segi yang berlokasi di Medan, Pekanbaru, Tangerang, dan Bogor.

Menkeu menegaskan bahwa pemerintah kali ini tidak akan main-main dalam menyelesaikan perkara BLBI yang telah mangkrak selama 22 tahun. Apalagi, negara sangat dirugikan atas beban yang ditimbulkan oleh ulah para obligor maupun debitur BLBI yang tidak mau mengembalikan dana talangan dari bank sentral itu.

"Kita akan terus lakukan termasuk kepada para keturunannya, karena barang kali sekarang usahanya sudah diteruskan para keturunannya," katanya.

Menurut Menkeu, nilai kerugian negara atas bailout bank sentral pada 22 tahun lalu itu mencapai 110,45 triliun rupiah. Dari jumlah tersebut, pemerintah masih menalangi pengembalian dana ke Bank Indonesia, baik untuk pokok utang maupun bunganya. Dulu, bunga yang dibayarkan sampai 10 persen setiap tahun dan nilai pokok utang para debitur juga akan dihitung sesuai nilai masa sekarang.

"Kami akan tetap bernegosiasi dengan mereka untuk mendapatkan kembali hak negara," kata Menkeu.

Lebih lanjut dikatakan Satgas telah memanggil 48 obligor dan debitur yang memiliki kewajiban yang signifikan di atas 50 miliar rupiah. Apabila sampai dengan pemanggilan tahap ketiga tidak hadir, maka pihak yang dipanggil akan diumumkan ke publik.

Ranah Pidana

Sementara itu, Ketua Dewan Pengarah Satgas BLBI, Mahfud MD menjelaskan bahwa penguasaan fisik kali ini adalah penguasaan aset yang telah diserahkan pada negara namun kemudian masih dikuasai pihak lain. Untuk utang yang masih ada akan diselesaikan secara perdata sesuai putusan Mahkamah Agung. Namun, tidak menutup peluang masuk ke ranah pidana.

"Meskipun sepenuhnya kita akan usahakan selesai sebagai hukum perdata atau melalui proses-proses perdata, bukan tidak mungkin jika nanti di dalam perjalanannya bisa mengandung atau disertai dengan tindak pidana," jelas Mahfud.

Tindak pidana yang dimaksud adalah jika para debitur atau obligor BLBI memberikan keterangan palsu, mengalihkan aset yang sudah dimiliki negara. Kemudian penyerahan dokumen palsu dan lain sebagainya.

Ketua Pusat Kajian Ekonomi Kerakyatan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Munawar Ismail, mengatakan, Singapura memang menjadi surga para buron BLBI selama ini karena mereka membawa manfaat ekonomi bagi negara itu.

"Memang dana ilegal yang dibawa oleh WNI dan disimpan di negara ini besar. Jadi dana yang diparkir di Singapura bukan hanya dari dana legal dari keuntungan kegiatan ekspor-impor, tetapi juga dana ilegal dari skandal BLBI dan tindakan korupsi lainnya. Memang pintar-pintarnya Singapura memelihara para pemilik dana itu padahal banyak dana ini berasal dari berbagai skandal di Indonesia," kata Munawar.

Baca Juga: