NEW YORK - Para pemimpin dunia, pada hari Selasa (24/9), menyerukan lebih banyak investasi dalam energi terbarukan untuk mengatasi perubahan iklim. Sementara negara-negara berkembang mengatakan mereka membutuhkan dukungan keuangan untuk melakukan transisi menuju energi bersih.

Dikutip dari The Straits Times, berbicara di KTT Energi Terbarukan Global, Presiden Kenya, William Ruto, menyampaikan gagasan untuk berinvestasi dalam energi terbarukan di Afrika sebagai bagian dari janji global yang dibuat pada KTT Conference of Parties (COP) 28 tahun lalu untuk melipatgandakan kapasitas energi bersih pada tahun 2030.

"Afrika menerima kurang dari 50 persen investasi global dalam energi terbarukan meskipun menjadi rumah bagi 60 persen peluang tenaga surya terbaik di dunia," kata Ruto dalam pertemuan puncak yang diadakan di sela-sela Sidang Umum PBB.

Benua ini kaya akan sumber daya yang dibutuhkan untuk pembangunan, katanya, tetapi tidak selalu dapat mengakses sumber daya tersebut karena campuran energi saat ini yang tidak dapat diandalkan atau mahal.

Perdana Menteri Barbados, Mia Mottley, mengatakan subsidi bahan bakar fosil lebih banyak daripada subsidi energi terbarukan, yang membuat negara-negara kecil lebih mahal untuk mengembangkan proyek energi bersih.

"Negara-negara kecil menghadapi kenyataan biaya energi terbarukan, mungkin akan lebih tinggi daripada bahan bakar fosil tradisional," katanya.

Perlu Aturan Kuat

Laporan terkini, termasuk yang dibuat oleh Badan Energi Internasional, menunjukkan peningkatan kapasitas energi terbarukan dunia menjadi tiga kali lipat dapat dilakukan dalam dekade ini. Namun, upaya itu akan memerlukan regulasi yang kuat, termasuk aturan yang kuat untuk mengeluarkan izin proyek serta investasi dalam membangun transmisi dan penyimpanan baterai.

Azerbaijan, yang menjadi tuan rumah pertemuan puncak iklim COP29 tahun ini pada bulan November, mengatakan pihaknya berencana untuk menggalang pemerintah guna membuat janji global baru untuk meningkatkan penyimpanan listrik enam kali lipat.

Sebelumnya pada hari itu, sebuah koalisi yang terdiri dari beberapa perusahaan, lembaga keuangan, dan kota terbesar di dunia yang disebut Mission 2025 mendesak pemerintah untuk mengadopsi kebijakan yang menurut mereka dapat menghasilkan investasi energi bersih hingga satu triliun dollar AS pada tahun 2030. Kebijakan tersebut meliputi penetapan target kapasitas baru dan pemberian keringanan pajak atau kontrak listrik jangka panjang yang akan mendorong investasi.

Memberikan pidato utama terakhirnya tentang perubahan iklim di sebuah forum yang dihadiri oleh para pemimpin bisnis energi bersih, Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, merayakan undang-undang iklim bernilai 369 miliar dollar AS miliknya.

"Kami diberi tahu hal itu tidak dapat dilakukan, tetapi kami melakukannya," katanya tentang pengesahan Undang- Undang Pengurangan Inflasi pada tahun 2022, seraya menambahkan undang-undang tersebut telah mendorong inovasi dan menciptakan ratusan ribu lapangan pekerjaan.

"Perusahaan swasta telah mengumumkan investasi lebih dari satu triliun dollar AS dalam produksi bersih. Kita baru saja memulai," ungkapnya dalam acara tersebut.

Beberapa perusahaan dan investor tengah mengamati teknologi kecerdasan buatan dengan penuh kegembiraan atas solusi yang mungkin dihadirkannya, tetapi ada juga kekhawatiran mengenai pusat data yang membutuhkan banyak energi untuk mendukung teknologi tersebut.

"AI adalah sebuah masalah, dan merupakan bagian dari solusinya. Dengan AI, kita dapat menemukan material baru yang lebih baik untuk baterai, yang lebih baik daripada tembaga," kata Andres Gluski, kepala eksekutif perusahaan listrik AS, AES Corporation dalam sebuah wawancara.

"Jika kita kekurangan tenaga kerja, AI akan membantu kita. Jika kita harus mengelola permintaan, AI akan membantu kita."

Baca Juga: