CHICAGO - Para peneliti di Amerika Serikat (AS) untuk pertama kalinya menunjukkan mereka dapat dengan aman dan efektif menginfeksi manusia dengan virus zika, sebuah langkah menuju pembelajaran lebih lanjut tentang penyakit ini dan pengembangan vaksin serta pengobatan.

Dikutip dariThe Straits Times, penelitian tersebut, yang dikenal sebagai model infeksi terkontrol pada manusia,sebelumnya menjadi kontroversi terkait zika karena risikonya terhadap partisipan dan kurangnya pengobatan.

Namun regulator AS dan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organisation (WHO), memutuskan studi model baru, yang dikembangkan oleh tim di Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg, aman dan penting secara ilmiah.

Zika adalah infeksi virus yang disebarkan oleh nyamuk, yang biasanya bersifat ringan atau tanpa gejala.

Namun wabah besar di Amerika pada 2015 dan 2016 menunjukkan penyakit ini dapat berbahaya bagi wanita hamil dan janin, menyebabkan cacat lahir yang parah seperti mikrosefali, yaitu kelainan di mana seorang anak dilahirkan dengan ukuran kepala dan otak yang tidak normal.

Tidak ada vaksin atau pengobatan, dan wabah di Amerika berakhir sebelum vaksin baru dapat diuji sepenuhnya.

Sejak saat itu, angka infeksi telah berkurang di seluruh dunia, dengan sekitar 40.000 kasus dilaporkan di wilayah tersebut pada 2022. Namun WHO telah memperingatkan pengawasan bisa tidak merata dan pola penularan zika belum dipahami dengan baik.

Perubahan iklim juga kemungkinan akan meningkatkan penyebaran penyakit ini, yang sudah terjadi di 91 negara.

Anna Durbin, peneliti dari Universitas Johns Hopkins yang memimpin penelitian tersebut, mengatakan mengembangkan tindakan pencegahan sangat penting karena infeksi dapat muncul kembali.

"Yang juga signifikan, adalah beban kesehatan mental yang dialami perempuan hamil di daerah endemik, yang khawatir terhadap virus ini dan bayinya, namun memiliki pilihan perlindungan yang terbatas," tambahnya.

Durbin dan rekan-rekannya menggunakan dua jenis virus zika untuk menginfeksi 20 relawan perempuan yang tidak sedang hamil atau menyusui. Semua laboratorium yang dikembangkan mengkonfirmasi infeksi, dengan penyakit ringan. Delapan orang lainnya mendapat plasebo.

Untuk meminimalkan risiko, pasien dirawat di unit rawat inap dan diawasi hingga bebas dari virus. Mereka sepakat untuk menggunakan metode kontrasepsi selama dua bulan.

Langkah selanjutnya adalah mengevaluasi strain virus pada sukarelawan pria, antara lain untuk menilai berapa lama virus, yang dapat ditularkan secara seksual, tetap menular melalui air mani.

"Beberapa produsen vaksin telah meminta penggunaan strain tersebut untuk menguji produk eksperimental," kata Durbin.

Data tersebut disajikan sebagai abstrak pada pertemuan tahunan American Society of Tropical Medicine and Hygiene di Chicago.

Baca Juga: