JAKARTA - Dalam setahun krisis akibat pendemi Covid-19, sejumlah perusahaan asing yang bergerak di sektor jasa keuangan khususnya pengelolaan keuangan akhirnya pada hengkang dari Indonesia. Terbaru, PT Morgan Stanley Sekuritas Indonesia mengumumkan penghentian kegiatan perantara perdagangan efek (PPE) di Indonesia.

Meski demikian, perusahaan memilih bekerja sama dengan broker lokal untuk memfasilitasi perdagangan efek kliennya di Indonesia. "Morgan Stanley memutuskan untuk menghentikan kegiatan perantara pedagang efek di Indonesia. Kami akan tetap memberikan akses ke pasar ekuitas Indonesia kepada klien-klien global kami melalui kerja sama dengan mitra-mitra broker lokal," sebut pernyataan Morgan Stanley, Kamis (27/5) malam.

Hengkangnya Morgan Stanley Sekuritas Indonesia menambah panjang daftar sejumlah broker saham dan lembaga keuangan internasional yang menghentikan bisnis di Indonesia. Sebelumnya, dua lembaga keuangan asal Amerika Serikat, yakni PT Merrill Lynch Sekuritas Indonesia dan Citibank Indonesia juga mengumumkan menghentikan bisnis di Indonesia.

Selain itu, PT Deutsche Bank Sekuritas Indonesia dan PT Nomura Sekuritas Indonesia juga telah resmi mengumumkan mengurangi bisnis jual beli saham di Indonesia.

Analis Senior CSA Research Institute, Reza Priyambada, berpendapat kegiatan perantara perdagangan efek Morgan Stanley di Indonesia tidak begitu berdampak terhadap pasar modal Indonesia. "Dampaknya tidak begitu besar, mungkin karena sebagian besar transaksi ada di ritel, sementara sudah banyak sekuritas yang meraih ritel sebagai pangsa pasar nasabah ritel, terutama yang usia muda," kata Reza.

Memangkas Biaya

Sementara itu, Pakar Ekonomi dari Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI), Surabaya, Leo Herlambang, mengatakan fenomena para pengelola keuangan yang hengkang, murni disebabkan dampak dari krisis akibat pandemi Covid-19.

"Memang trennya mereka ingin cutting cost, karena biaya operasional juga tinggi. Apalagi semakin lama beroperasi, gaji atau pesangon pegawai juga semakin tinggi, sehingga krisis pandemi menjadi alasan. Dengan cara ini, mereka berharap dapat lebih lama bertahan, dan setelah krisis pandemi selesai akan kembali lagi," kata Leo.

Adapun Peneliti Indef, Bhima Yudisthira, mengatakan keputusan hengkang dari Indonesia jadi indikasi juga besarnya biaya operasional tidak sebanding dengan pendapatan dari jasa broker saham. "Persaingan pemain lokal terus bertambah, apalagi banyak yang pindah ke online trading dengan biaya lebih rendah dan layanan lebih baik," kata Bhima.

Apalagi, risiko berinvestasi di negara yang masuk dalam the fragile five juga tinggi. Negara dengan kerentanan arus modal keluar saat adanya normalisasi kebijakan moneter membuat pasar Indonesia high return tapi high risk untuk saat ini.

"Mungkin ini langkah antisipasi perusahaan broker asing untuk mengganti strateginya," kata Bhima.

n SB/ers/E-9

Baca Juga: