NEW YORK - Pandemi virus korona telah semakin memperburuk situasi kemanusiaan di wilayah-wilayah konflik terparah di dunia serta akan menimbulkan kehancuran perekonomian yang akan semakin mendorong terjadinya aksi kekerasan. Peringatan itu disampaikan para pakar dan diplomat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berkumpul di markas PBB, New York, Amerika Serikat, pada Selasa (4/8).

"Covid-19 telah menghambat program-program penyaluran bantuan, mengalihkan perhatian dan sumber daya dari negara-negara kekuatan utama dunia bagi memerangi virus yang mematikan di negerinya masing-masing dan telah memangkas alokasi bantuan dana ke negara-negara yang memiliki perekonomian yang rapuh dan terpuruk akibat perang," ungkap mereka.

Seorang pakar PBB di New York bernama Richard Gowan menyatakan kekhawatirannya atas dampak ekonomi yang akan semakin memicu kekacauan dan lebih banyak konflik lagi. "Saat ini kita masih dalam situasi awal dari sebuah drama yang amat panjang," kata Gowan.

Seruan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres bagi gencatan senjata global pada Maret lalu sebagian besar saat ini tak dihiraukan sehingga pertempuran terus terjadi di pusat-pusat konflik seperti di Yaman, Libia dan Suriah.

Penutupan wilayah terkait virus korona (lockdown) telah menghentikan laju para utusan, pasukan penjaga keamanan dan institusi lembaga swadaya masyarakat dalam mengupayakan upaya mediasi serta menghambat distribusi bantuan yang sangat dibutuhkan untuk warga sipil yang sudah kepayahan.

Menurut keterangan sejumlah diplomat, di Yaman dimana puluhan ribu warga sipil telah tewas sejak 2015 dan digambarkan oleh PBB telah terjadi krisis kemanusiaan paling parah di dunia saat ini, pertempuran semakin menghebat. "Negara ini semakin terhunjam dalam terpuruk. Kelaparan terjadi di mana-mana. Konflik kembali meningkat. Ekonomi kembali berantakan. Badan-badan kemanusiaan sekali lagi nyaris bangkrut. Dan kemudian muncul masalah baru yaitu dengan penyebaran Covid-19 yang tak terkendali," ujar Mark Lowcock, ketua bidang bantuan PBB pada pekan lalu.

Diplomat asal Inggris itu pun mengatakan pada Dewan Keamanan PBB bahwa krisis virus korona telah memangkas aliran bantuan dana yang telah lama menjadi penyelamat bagi negara ini, sebanyak 70 persen.

Lowcock yang mengutip hasil survei mengemukakan bahwa sekitar setengah dari keluarga-keluarga di Yaman telah kehilangan 50 persen pendapatannya sejak April lalu. "Beri bantuan Yaman saat ini atau kita akan menyaksikan negara ini terpuruk dalam jurang tanpa dasar," ucap dia.

Tekanan Ekonomi

Lowcock juga melaporkan kabar mengenai tekanan ekonomi dari Suriah karena perekonomian di negara itu kacau balau setelah hampir satu dekade terjadi perang sipil. "Langkah lockdown untuk menghambat penyebaran Covid-19 jadi salah satu faktor kontraksi perekonomian Suriah lebih dari 7 persen pada tahun ini," kata dia.

Para diplomat PBB juga menyoroti angka pengangguran yang kian meningkat di Suriah dalam beberapa bulan terakhir dimana ada peningkatan dari 42 persen pada tahun lalu dan kini mendekati angka 50 persen.

Tak hanya Suriah, para diplomat PBB juga menyatakan keprihatinannya atas situasi yang terjadi di Lebanon yang saat ini terperosok dalam krisis ekonomi terburuk sejak perang saudara 1975-1990, dengan terjadinya inflasi yang tak terkendali dan kemerosotan modal perbankan yang telah memicu kemiskinan, serta terjadinya gelombang aksi protes warga.

"Inilah gambaran yang amat suram dan menyedihkan yang dihadapi dewan (PBB). Kejatuhan ekonomi hanya akan memperburuk konflik di negara-negara itu," ungkap seorang diplomat PBB yang enggan disebutkan jati dirinya. AFP/SB/I-1

Baca Juga: