JAKARTA - Pemerintah menegaskan pentingnya subsektor batu bara dalam melakukan adaptasi perkembangan zaman. Pemerintah mendukung penuh upaya strategis global dalam menekan emisi gas karbon di subsektor batu bara melalui pemanfataan teknologi dan energi baru dan terbarukan (EBT).

"Dalam beberapa tahun mendatang penggunaan batu bara akan kalah pamor dengan EBT sebagai bagian dari proses transisi energi," tegas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menyampaikan dalam kick off meeting High Level Advisory Group (HLAG) Coal in the Global Net Zero Transition secara virtual, Selasa (21/6).

Kementerian ESDM sendiri, sambung Arifin, tengah menyiapkan empat strategi dalam mereduksi emisi karbon, yaitu pembangunan industri hilir batu bara, pemanfaatan clean coal technology di pembangkit, Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization Storage (CCUS), dan co-firing biomassa.

"Implementasi strategi ini akan mempertimbangkan multiplier effect dari proses transisi energi itu sendiri. Satu sisi menutup sejumlah kesempatan kerja. Sisi lain akan membuka banyak peluang penciptaan lapangan kerja," jelasnya.

Dalam pertemuan HLAG, Arifin menjadi Co-Chair bersama Deputi Perdana Menteri dan Minister for Ecological Transition and the Demographic Spanyol, Mrs Teresa Ribera. Salah satu agenda penting yang dibahas adalah penyusunan laporan khusus mengenai langkah-langkah kebijakan praktis untuk mengurangi emisi karbon yang disebabkan oleh sektor batu bara.

Nantinya, laporan khusus ini akan menganalisis secara komprehensif mengenai dampak dari target NZE terhadap seluruh rantai sektor batu bara dan menjadi masukan bagi negara dalam implementasi komitmen kontribusi nasional dan target NZE.

"Laporan ini disusun di momentum yang tepat, dimana saat ini harga energi dunia sedang melonjak dan semakin menekankan akan pentingnya aspek ketahanan energi (energy security) dan keterjangkuan (affordability for all)," ungkap Arifin.

Komitmen Indonesia

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan komitmen Indonesia untuk mencapai target penurunan emisi sesuai Paris Agreement terwujud dalam berbagai upaya dari segi regulasi dan inovasi mekanisme pendanaan. Pertama melalui salah satu mekanisme pendanaan yang akan diterapkan di Indonesia pada bulan Juli tahun 2022 yakni pajak karbon melalui skema cap-trade-tax di sektor pembangkit tenaga listrik.

"Melalui skema tersebut, pembangkit listrik tenaga batubara dengan proses yang tidak efisien atau emisi yang lebih tinggi dari batas atas akan dikenakan biaya tambahan," ungkap Airlangga.

Baca Juga: