SURABAYA - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara, mengatakan, Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang berlaku 1 Januari 2022, telah lengkap mengatur segala ketentuan terkait perpajakan.

"Undang-undang HPP ini komplit, dari ketentuan umum, pajak penghasilan, pajak pertamabahan nilai, laporan sukarela, dan pajak karbon," tutur Wamenkeu dalam acara sosialisasi Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, di Surabaya, Kamis (20/1).

Terkait skema pajak karbon, Suahasil, mengataka yang diterapkan di Indonesia akan berbeda dibandingkan dengan negara lain. Pemerintah telah menetapkan desain pajak karbon di Indonesia menggunakan kombinasi cap, trade, dan tax.

"Pajak karbon adalah alat atau tools, yang akan kita kombinasikan dengan alat-alat yang lain, dengan perdagangan karbon. Sehingga nanti kalau dalam pembangunan harus mengeluarkan emisi kita kompensasi," ujarnya.

Dengan skema tersebut, lanjutnya, perusahaan atau industri dapat tetap beroperasi menggunakan energi fosil. Kompensasi didapat dari hutan-hutanIndonesia.

"Mengelurkan emisi ok, tapi kita kombinasi dengan karbon credit, namanya net zero emition. Kalau kita jaga hutan kita, kita dapat carbon credit, kalau itu belum cukup, bayar pajak karbon," ungkap dia.

Dalam kesempatan itu, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan, hasil dari penerimaan pajak negara dapat membantu program-proram Pemprov Jatim dalam menekan kemiskinan.

Mengutip Badan Pusat Statistik (BPS), Khofifah mencatat, Jatim mampu berkontribusi terhadap penurunan angka kemiskinan nasional sebesar 30,13 persen.

Kemarin BPS Jatim merilis, penurunan kemiskinan tertinggi di Indonesia ada di Jatim. Saya banyak belajar dari Wamenkeu sejak di kementrian (sosial)," pungkas dia.

Baca Juga: