Masalah kemiskinan dan penurunan kelas menengah dapat mengancam pertumbuhan perekonomian nasional sebab struktur PDB masih didominasi konsumsi rumah tangga.
JAKARTA - Pemerintah harus mampu mengejar pertumbuhan berkualitas ketimbang hanya mengejar angka pertumbuhan delapan persen. Masalah kemiskinan dan penurunan kelas menengah harus diselesaikan guna memperkuat daya saing perekonomian nasional.
Anggota Komisi XI DPR RI, Muhammad Kholid, mendorong pemerintahan baru menciptakan pertumbuhan ekonomi berkualitas. Dia menegaskan cara pandang baru terhadap pertumbuhan ekonomi menemukan momentumnya di awal pemerintahan baru.
Momentum dimulainya pemerintahan baru juga harus dibarengi dengan cara pandang baru dalam merancang pertumbuhan ekonomi ke depan. "Pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja tidak cukup, namun juga harus berkualitas. Apa yang membuatnya berkualitas? Pertama, pertumbuhan itu harus serta-merta menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak," tegasnya, Kamis (24/10).
Kedua, harus berdampak ke penurunan tingkat ketimpangan. Ketiga, mengurangi kemiskinan. "Jadi, masyarakat merasakan langsung pertumbuhan itu, bukan sekadar angka statistik," ujar Kholid.
Data yang menunjukkan rendahnya kualitas pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yaitu turunnya tingkat penciptaan lapangan kerja, masih buruknya tingkat kesenjangan ekonomi, dan stagnasi penurunan kemiskinan. "Kalau kita lihat rasio komponen pertumbuhan ekonomi, misalnya investasi terhadap penyerapan tenaga kerja kita, (angkanya) turun jika dibandingkan sepuluh tahun lalu," ungkapnya.
Merujuk data Apindo pada 2022, imbuhnya, setiap satu triliun rupiah investasi cuma bisa menyerap 1.379 tenaga kerja. Padahal, pada 2013, investasi sebesar satu triliun rupiah bisa menyerap sampai 4.594 tenaga kerja.
"Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan bahwa 15 tahun terakhir, penciptaan lapangan kerja formal selama semakin menurun. Per Februari tahun ini, 59,17 persen dari 142,18 juta angkatan kerja bekerja di sektor informal. Itu setara 84,13 juta orang. Jadi, lebih banyak yang bekerja di sektor informal daripada formal," jelas Politisi Fraksi PKS ini.
Kualitas pertumbuhan ekonomi juga, kata Kholid, belum berdampak ke penurunan ketimpangan dan kemiskinan. Mengutip Celios baru-baru ini, kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta orang Indonesia.
Menurutnya, demi tercapainya Indonesia Emas 2045 dan supaya lepas dari middle income trap, target pertumbuhan ekonomi 8 persen itu harus berkualitas. "Dengan rata-rata pertumbuhan sepuluh tahun terakhir yang sekitar 5 persen, butuh inovasi dan upaya ekstra untuk bisa sampai di tingkat itu," pungkasnya.
Tantangan Besar
Pengamat ekonomi Unika Atma Jaya, Rosdiana Sijabat, mengatakan Indonesia bertekad menjadi salah satu kekuatan ekonomi yang akan disegani. Namun, faktanya tantangan saat ini cukup besar, seperti masalah kemiskinan dan penurunan masyarakat kelas menengah.
"Hal ini akan berdampak kepada daya saing, produktivitas akan berdampak ke APBN, sementara APBN itu alat strategis supaya kita menjadi negara dengan ekonomi yang maju," ucap Rosdiana secara terpisah.
Masalah kemiskinan dan penurunan kelas menengah ini, menurutnya, dapat mengancam pertumbuhan sebab struktur produk domestik bruto (PDB) nasional masih didominasi konsumsi rumah tangga, yakni sekitar 55 persen. Deflasi lima bulan terakhir menggambarkan konsumsi yang melambat.