Inggris telah memutuskan untuk keluar dari keanggotan Uni Eropa (UE) sejak 31 Januari lalu. Di tengah berbagai upaya mempersiapkan diri keluar dari UE, Inggris seperti halnya dengan negara-negara Eropa lainnya harus menghadapi wabah pandemi korona.

Untuk mengetahui langkah-langkah dan kebijakan apa saja yang diambil oleh pemerintah Inggris terkait dua hal besar tersebut, keluar dari UE dan menghadapi dampak pandemi korona, wartawan Koran Jakarta, Aloysius Widiatmaka, berkesempatan mewawancarai Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, Owen Jenkins, baru-baru ini. Berikut petikan wawancara selengkapnya.

Setelah resmi keluar dari UE, apakah Inggris lega atau waswas, mengingat 47 tahun waktu bergabung bukanlah waktu yang sebentar, sehingga harus menghadapi new normal untuk menyesuaikan diri dengan hidup sendiri?

Kami sudah meninggalkan UE sejak 31 Januari lalu. Isu yang saat ini harus dihadapi oleh Inggris dan UE adalah menentukan bagaimana bentuk hubungan perdagangan, dan kerja sama lainnya, yang akan kami jalankan untuk ke depannya.

Suara waktu pemungutan antara pro dan kontra keluar UE tak beda jauh, apakah ini tidak menjadi masalah bagi pemerintah Inggris untuk menata masa depan?

Tidak sama sekali. Dalam sebuah referendum bersejarah pada Juni 2016 di mana angka partisipasi pemilih sangat tinggi, rakyat Inggris telah memilih untuk meninggalkan UE. Hal itu ditekankan lagi pada Pemilu Desember 2019, saat rakyat Inggris memilih Boris Johnson sebagai Perdana Menteri dengan angka mayoritas yang cukup tinggi di parlemen. Aspirasi mereka pun tersampaikan pada akhir Januari 2020 lalu, saat Inggris secara resmi meninggalkan UE. Kami saat ini sedang melaksanakan negosiasi untuk menentukan bagaimana bentuk hubungan resmi dengan UE setelah 31 Desember 2020 nanti.

Kami ingin hubungan dengan UE yang berdasarkan pada prinsip perdagangan bebas dan kerja sama yang bersahabat antara negara-negara berdaulat yang setara. Hubungan kami dengan kawan-kawan di Eropa akan selalu diilhami oleh sejarah dan nilai-nilai yang kami miliki bersama. Pada akhir tahun ini, proses transisi menuju hubungan tersebut akan selesai, dan kami akan mengembalikan kemerdekaan ekonomi dan politik di mana kami dapat mengatur hukum dan aturan perdagangan kami sendiri.

Masih beberapa bulan ke depan untuk transisi, cukupkah waktu tersisa untuk benar-benar menyiapkan diri agar mandiri? Mengingat banyak yang harus dirampungkan seperti masalah imigrasi, perbatasan, pelabuhan, lintas batas, bea cukai, dan sebagainya. Mungkin Inggris juga harus membuat banyak undang-undang baru.

Tentu saja. Sebagai bagian dari kembalinya kemerdekaan politik dan ekonomi kami, pasti akan ada proses baru yang perlu ditaati oleh eksportir dan importir, terlepas dari akan disepakati atau tidaknya perjanjian dengan UE di akhir tahun. Dunia bisnis juga perlu mempersiapkan diri untuk realitas kehidupan di luar Pasar Tunggal dan Serikat Pabean Uni Eropa pada akhir tahun 2020, dan banyak yang sudah mulai melakukannya.

Pada saat yang bersamaan, kami juga yakin kami siap untuk mengatur perbatasan kami sendiri sebelum akhir tahun ini. Saat ini, kami sudah memiliki banyak pengalaman dalam mempersiapkan ini, terutama pengalaman dari krisis coronavirus ini. Namun, sangatlah penting bagi kepentingan baik Inggris dan UE untuk dapat menjamin komoditas dapat terus tersalurkan, jasa dapat terus disediakan, dan bisnis terus terlaksana.

Pemerintah Inggris akan terus bekerja sama dengan kalangan bisnis selama tujuh bulan ke depan untuk memastikan kesiapan mereka pada saat masa transisi berakhir. Melihat contoh di belahan dunia lain, banyak rantai pasokan yang tidak bergantung pada keanggotaan di sebuah serikat pabean. Maka dari itu, kami yakin untuk bisa sukses menjalankan ini. Dengan membebaskan diri dari struktur ini, kami yakin dapat membangun hubungan dagang yang lebih baik dengan negara-negara dengan perkembangan ekonomi tercepat di dunia - seperti Indonesia.

Kira-kira hal mendesak apa akan dilakukan Inggris dalam jangka pendek setelah tahun ini selesai?

Untuk saat ini, kami fokus meninggalkan UE, membangun hubungan kuat, dan memastikan bahwa kami tetap menjadi tetangga yang baik untuk teman-teman di Eropa. Seperti yang Anda bisa lihat dalam upaya menghadapi Coronavirus, Inggris bekerja sama erat dengan Prancis, Jerman, dan banyak rekan Eropa lainnya.

Hal kedua, yang menurut saya sangat penting setelah kita semua dapat keluar dari pandemi global yang telah menyebabkan kerusakan ekonomi yang sangat besar ini, adalah perlunya kita semua mendorong perekonomian dunia. Pendekatan kami berpusat pada prinsip perdagangan bebas global; tidak hanya dengan mitra-mitra di Eropa, tapi juga dengan Amerika, Jepang, Australia, New Zealand, serta mitra-mitra lain di seluruh dunia.

Suatu aspek dari Inggris yang mengglobal adalah bagaimana kami terus berupaya menjadi kekuatan yang memperjuangkan kebaikan di dunia. Perdana Menteri Inggris baru saja menjadi tuan rumah KTT Gavi (Aliansi Vaksin) minggu ini, yang telah berhasil menggalang dana sebesar 8,8 miliar dollar untuk pengembangan vaksin - melampaui target awal 7,4 miliar dollar.

PM Boris Johnson dalam setiap pernyataannya tampak optimistis, apakah ini hanya suara pemimpin (yang memang semestinya begitu) atau apakah Inggris benar-benar siap?

Kami percaya masih ada banyak waktu untuk menyelesaikan perjanjian yang didasari oleh prinsip perdagangan bebas dan kerja-sama yang bersahabat. Kami berupaya mewujudkan sebuah perjanjian seperti yang dimiliki UE dengan pihak-pihak lainnya, jadi ada banyak yang bisa dijadikan contoh. Tentunya, pasti ada rintangan sulit yang harus dilalui, namun sebagian besar negara di dunia tidak harus berbagi kedaulatan mereka seperti yang terjadi di UE. Inggris dan UE sangat paham akan sistem yang dipakai masing-masing, maka ada cukup waktu untuk menyelesaikan ini.

Kami sudah menjabarkan sebuah proposal rinci mengenai bagaimana gambaran hubungan kami dengan UE ke depannya, dan kami sudah melakukan tiga tahapan negosiasi mengenai bentuk hubungan baru tersebut. Kami tidak meminta sebuah perjanjian yang spesial, sesuai pesanan, atau unik. Kami ingin sebuah perjanjian yang mirip dengan apa yang UE miliki dengan negara sahabat lainnya - seperti Kanada. Untuk itu, kami sepakat dan sudah menerima bahwa akan ada dampak terhadap akses pasar bagi kedua belah pihak. Namun, kami tetap yakin bahwa manfaat dari kesempatan-kesempatan global baru yang akan muncul dari keputusan kami tersebut akan melebihi dampak-dampak negatifnya.

Nah, sekarang dengan adanya pandemi korona, apakah tidak mengganggu persiapan Inggris benar-benar exit?

Negosiasi antara kedua pihak tetap berjalan di masa pandemi ini, dan kami baru mau memulai ronde keempat dengan UE, tentunya melalui video conference. Tim negosiasi dari kedua pihak telah bekerja keras untuk memastikan diskusi ini tetap berjalan di tengah keadaan yang sulit ini. Coronavirus jelas telah membuat sebuah situasi yang penuh ketidakpastian dan hal ini akan terus berlanjut untuk beberapa waktu ke depannya, namun akan lebih baik untuk memberikan kejelasan saat ini dan untuk tidak membuat bisnis makin terkatung-katung.

Pemerintah Inggris juga mengawasi beragam program yang akan memastikan Inggris siap keluar dengan mulus dari masa transisi pada 31 Desember 2020 mendatang, dan kami sudah mulai berinteraksi dengan sektor bisnis dan rakyat kami untuk memastikan kesiapan ini.

Inggris harus menghadapi dua normal baru: satu normal baru karena keluar dari UE, satu lagi normal baru setelah pandemi korona. Apakah ini tidak membebani rakyat Inggris? Bagaimana pemerintah Inggris mempersiapkan dua normal baru ini?

Kami yakin kami akan siap. Nyatanya - situasi saat ini justru menekankan pentingnya pemerintah Inggris untuk dapat merancang aturan kami sendiri tanpa kekangan aturan UE, agar kami dapat mengatur respons kami terhadap permasalahan coronavirus ini.

Walaupun masih terdapat perdebatan apa yang diperlukan untuk mendukung pemulihan ekonomi kami, kami tidak perlu meminta persetujuan UE tiap kali kami ingin merancang kebijakan untuk mendukung rakyat Inggris. Sebagai contoh, kami tetap perlu mengirim kontribusi ke anggaran UE di perpanjangan masa transisi ini, dimana kami seharusnya bisa menggunakan dana tersebut untuk rencana pemulihan ekonomi kami sendiri berdasarkan keperluan kami.

Jelas bahwa dalam situasi dimana UE perlu mengatasi dampak Coronavirus di 27 negara anggotanya, mereka akan perlu membuat berbagai aturan yang jelas akan lebih dirancang untuk kebutuhan 27 negara anggotanya, dibandingkan untuk kebutuhan yang sesuai dengan kepentingan Inggris.

Jadi, situasi yang diciptakan oleh Coronavirus ini memiliki berbagai macam ketidakpastian yang kemungkinan akan berlanjut cukup lama. Tapi, kami yakin bahwa lebih baik untuk bersikap jelas sekarang dan meminimalisasi ketidakpastian terhadap dunia usaha.

Singkatnya, apakah pandemi korona tidak mengganggu program/jadwal exit yang telah disusun selama ini?

Pemerintah Inggris terus menjalankan beragam program kegiatan untuk memastikan bahwa Inggris akan siap mengakhiri dengan mulus periode transisi pada 31 Desember 2020, dan kami senantiasa berinteraksi dengan kalangan bisnis dan masyarakat untuk memastikan kesiapan mereka.

Banyak dari upaya ini dibangun berdasarkan pekerjaan komprehensif yang telah dilakukan menjelang awal Januari 2020. Oleh karena itu, saya percaya diri bahwa kami akan siap pada akhir tahun ini. Kami telah menetapkan pandangan jelas atas hubungan di masa mendatang dengan UE, dan seiring dengan kesepakatan keluar dari UE, akan menjadi basis untuk perencanaan akhir tahun ini.

Apakah hubungan kami dengan UE nanti akan lebih menyerupai hubungan UE dengan Kanada atau Australia, yang pasti adalah kami akan meninggalkan pasar tunggal dan serikat pabean di akhir tahun ini. Karena itu, kami juga telah memberikan beberapa indikasi akan perubahan-perubahan yang pasti terjadi - agar Pemerintah, masyarakat, dan kalangan bisnis dapat bersiap menghadapi ini.

Sedikit mengenai Covid-19, bagaimana Inggris menghadapi hal ini? Apakah ada kerja sama dengan negara-negara tetangga?

Kami senantiasa bekerja sama dengan seluruh mitra internasional kami, termasuk G7, G20, UE, Negara Persemakmuran, NATO, dan PBB, serta institusi multilateral lainnya untuk memberikan tanggapan yang tepat sasaran - termasuk pendanaan bagi negara-negara yang rentan untuk membantu kesiapan sistem kesehatan mereka, dan bagi organisasi-organisasi global seperti WHO untuk membantu pencegahan penyebaran virus ini.

Inggris memiliki peran yang besar dalam upaya menemukan, memproduksi, dan mendistribusikan vaksin COVID-19, termasuk sebagai penyumbang terbesar untuk Koalisi Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI), sebesar 250 miliar pound sterling hingga saat ini, dan menjadi tuan rumah Global Vaccine Summit (KTT Gavi) pada hari Kamis lalu yang berhasil menggalang dana sebesar 8,8 miliar dollar untuk Gavi, Aliansi Vaksin. Inggris juga merupakan penyumbang terbesar untuk Gavi sampai saat ini.

Selain itu, kami juga bekerja sama secara erat dengan mitra-mitra di Eropa secara bilateral, dan melalui rangkaian kerja sama serta koordinasi mekanisme regional lainnya, termasuk WHO wilayah Eropa dan Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC).

Bagaimana masa depan kerja sama berbagai bidang dengan Indonesia?

Inggris dan Indonesia memiliki persahabatan yang sangat baik, dan kedua negara akan terus bekerja-sama dalam menghadapi beragam tantangan kita bersama. Baik Indonesia dan Inggris merupakan negara demokrasi, kepulauan, dan memiliki warga dengan beragam kepercayaan.

Kedua negara senantiasa terus bekerja sama dalam beragam bidang:

- dalam ilmu pengetahuan, kami memiliki 1.200 publikasi gabungan sejak tahun 2000;

- dalam bidang pendidikan, kami telah mencapai 50 perjanjian dalam 5 tahun terakhir;

- kampanye bahasa Inggris kami ("English for Indonesia") telah membantu jutaan orang Indonesia untuk belajar bahasa Inggris;

- program Kedutaan kami telah membantu Indonesia untuk memberantas korupsi dan membangun infrastruktur;

- perusahaan-perusahaan Inggris juga terlibat dalam proyek transportasi publik untuk membantu masyarakat Indonesia menjadi lebih dinamis dan kompetitif.

Ini semua dibangun di atas hubungan yang kuat antara penduduk kita: kelompok parlemen mengenai Indonesia yang aktif di Parlemen Inggris; Kamar Dagang Inggris-Indonesia; British Council; LSM dari Inggris yang memiliki kehadiran kuat di Indonesia- Amnesty International dan WWF; serta juga banyak pendukung klub-klub sepak bola di Premier League.

Tentunya dengan Covid-19, kami harus melakukan peninjauan ulang terhadap program-program kami di Indonesia untuk menghadapi Covid-19, yaitu sebagai berikut:

- Kami bekerja sama dengan organisasi lokal untuk menerjemahkan pesan kesehatan masyarakat menjadi bahasa daerah, mencetak brosur, dan mendistribusikannya ke daerah setempat dan juga melalui internet.

- Kami berkolaborasi dengan Unilever, UNICEF, Action Aid, dan Save the Children terkait proyek air, sanitasi, dan kebersihan dengan proyek di tujuh provinsi senilai 13,5 miliar rupiah.

- Kemitraan kami dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas akan mengikuti model dampak Covid-19 pada rencana pengembangan ekonomi rendah karbon yang masuk ke dalam Rencana Pembangunan 5 Tahun Indonesia.

- Membantu tenaga kerja melalui pelatihan keterampilan baru pasca Covid-19 - termasuk bagaimana mengakomodasi peningkatan permintaan akan keterampilan baru dari pelajar/ pengangguran baru.

Masih terdapat beberapa program-program lainnya yang saat ini sedang disesuaikan. Kami akan mengerjakan ini bersama.

Tahun lalu, investasi Inggris di Indonesia berjumlah sekitar 750 juta dollar AS, mungkinkah angka ini meningkat, mengingat situasi internal Inggris?

Tentunya. Pada 2020, perusahaan-perusahaan Inggris merupakan investor asal Eropa terbesar kedua di Indonesia - dan angka ini akan terus naik dan naik. Pemerintah, bisnis, dan rakyat Inggris berkomitmen untuk terus mendukung Indonesia di masa pandemi ini. Hal ini dapat kita lihat dari bantuan perusahaan Inggris terhadap penanganan Covid-19 di Indonesia:

Peralatan Medis

Sebanyak 18 perusahaan Inggris telah mendonasikan atau memberikan dana untuk peralatan medis, termasuk APD, pembersih tangan, masker, disinfektan, alat pengukur suhu, dan juga mendukung Drive Thru Rapid Testing. Dana dan donasi berbentuk barang yang terkumpulkan bernilai lebih dari 17,3 miliar rupiah. Bantuan ini disalurkan ke rumah sakit, petugas garda depan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, Persatuan Dokter Paru, organisasi kesejahteraan perempuan, para pekerja, dan juga masyarakat secara umum.

Edukasi

Lima perusahaan Inggris telah mendistribusikan materi edukasi yang bernilai tinggi bagi mereka yang terdampak penutupan sekolah - termasuk sarana belajar di rumah dan akses gratis untuk beragam pembelajaran online. Bantuan ini ditujukan kepada para murid, guru, pekerja profesional, otoritas pendidikan, dan masyarakat umum.

Jasa Profesional

Tiga perusahaan Inggris telah menyediakan jasa gratis dalam bentuk konsultasi dan pelatihan untuk mengurangi dampak dari Covid-19, dan analisis data dalam rangka memberi pemahaman baru yang praktis untuk mendukung pemulihan ekonomi. Bantuan ini disalurkan ke badan pemerintah, organisasi kesehatan, kalangan bisnis, dan masyarakat.

Pangan

Lima perusahaan Inggris telah mendonasikan 200.000 paket berisi sembako yang berisi beras dan makanan siap santap. Bantuan ini disalurkan kepada para pekerja dan masyarakat umum.

Penyaluran dana

Empat perusahaan Inggris telah menggalang dana untuk membantu masyarakat yang terganggu pendapatannya akibat Coronavirus. Bantuan ini disalurkan kepada pekerja dan masyarakat umum.

S-2

Baca Juga: