Penanaman serentak melibatkan pengurus tiap kelurahan, RT, RW dan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak.
JAKARTA - Salah satu faktor yang berpengaruh besar dalam percepatan penurunan stunting adalah peran masyarakat. "Untuk itu, pemberdayaan masyarakat harus dioptimalkan. Ini sangat penting," tandas Ketua Umum Akselerasi Puskesmas Indonesia (Apkesmi), Kusnadi, di Jakarta, Senin (16/9). Sedangkan kendala utama penanganan stunting adalah keengganan orangtua membawa balita ke posyandu.
Maka, Apkesmi terus mendorong pengoptimalan pemberdayaan masyarakat sebagai upaya menurunkan dan mencegah kasus stunting. Kusnadi menyebut sasaran program percepatan penurunan stunting adalah anak balita. Sedangkan kendala paling besar dihadapi saat ini adalah masih rendahnya tingkat kehadiran balita di posyandu.
Untuk itu, diperlukan peran masyarakat guna memotivasi orang tua agar menyempatkan waktu untuk membawa balita ke posyandu. Di sini bisa untuk menimbang putra-putrinya. Seluruh komponen masyarakat juga harus menyadari bahwa kehadiran balita sangat penting dalam menentukan angka stunting wilayah masing-masing.
"Kami meyakini bahwa jumlah balita stunting secara riil tidak sebesar hasil Survei Kesehatan Indonesia," tutur Kusnadi. Hanya, dia belum memiliki data valid untuk membantah data survei kesehatan Indonesia (SKI). Sebab data pengukuran balita di posyandu yang di-input melalui aplikasi e-PPGBM masih sangat rendah.
Menurut Kusnadi, apabila data balita dapat ter-input seluruhnya, dapat diketahui jumlah stunting berdasar nama dan alamat. Dengan dmeikian penanganan balita stunting juga akan lebih mudah dan terfokus. Selain itu, balita yang belum stunting dapat diantisipasi sejak dini.
Lebih lanjut Kusnadi menekankan, tugas Puskesmas dalam menemukan balita stunting di wilayahnya melalui pengukuran menggunakan antropometri di posyandu. Apabila ditemukan anak stunting, maka akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan oleh dokter spesialis anak di rumah sakit. Tujuannya guna memastikan dan mengetahui penyebabnya.
Prevalensi stunting Indonesia pada tahun 2023 hanya menurun 0,1 persen dari tahun 2022. Hal tersebut terungkap berdasarkan SKI 2023 yang dirilis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada akhir April 2024.
Lalu, menurut temuan SKI 2023, prevalensi stunting pada tahun lalu sebesar 21,5 persen. Sedangkan pada tahun 2022 prevalensi stuntingnya 21,6 persen. Apkesmi mengajak seluruh pemangku kebijakan dari pusat sampai daerah untuk menggerakkan masyarakat agar berperan aktif dalam percepatan penurunan stunting.
"Kami juga memohon DPR agar mendorong pemerintah mengeluarkan regulasi tentang pemberdayaan masyarakat agar memiliki gerakan sinergis dalam percepatan penurunan stunting," ucap Kusnadi.
Tim Penggerak
Sebelumnya, Pemerintah Jakarta Pusat memperkuat peran Tim Penggerak (TP) PKK untuk percepatan penurunan angka stunting. Wali Kota Jakarta Pusat, Dhany Sukma, menyatakan bahwa Tim Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) merupakan ujung tombak mendiseminasikan peran keluarga untuk mengatasi stunting.
"Ajak masyarakat ubah perilaku sekaligus meningkatkan asupan gizi dan selenggarakan pelayanan kesehatan yang optimal," katanya. Dhany menyebutkan, para kader mesti diberikan edukasi terkait pengetahuan dan keterampilan penanganan stunting oleh para pakar.
Dhany berharap para peserta kegiatan bisa menyimak berbagi materi yang disampaikan agar mampu memanfaatkan dan menerapkan ilmu yang didapat. "Penerapan materi diharapkan bisa menekan angka stunting hingga mencapai zero kasus," harap Dhany.
Ketua IV Bidang Kesehatan Keluarga dan Lingkungan TP PKK Jakarta Pusat, Herlina, menambahkan, telah melatih 100 orang dari unsur kader PKK, pengelola RPTRA, dan duta genre. Pelatihan diadakan mengingat stunting merupakan permasalahan kronis. Dia dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak dan sangat berpengaruh terhadap masa depannya.
"Peran kita di sini bisa mencegah ssejak dini. Karena itu, kami lakukan penguatan kader, terutama bidang kesehatan," ujar Herlina.